Lihat ke Halaman Asli

Patra Mokoginta

Warga kotamobagu

Mengenal Raja Raja Manado Abad XVII (Bagian 2)

Diperbarui: 29 September 2021   09:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ternate, kota asal Kaicil Tulo dengan latar Pulau Tidore, sekutu klasik spanyol di Maluku. Foto Koleksi Pribadi (Penulis)

Sambungan…………

M.Adnan Amal juga menyebutkan, pada tahun 1585, Gubernur Jendral Spanyol di Manila de Vera mengirim sebuah ekspedisi yang dipimpin Laksamana Don Juan Marones. Ketika akan mendekati Bacan, angin topan mencerai-beraikan kapal-kapal mereka. Beberapa kapal kandas dan tenggelam bersama semua perbekalan, amunisi, serta sebagian besar tentaranya. Hanya beberapa kapal yang selamat dan tiba di Tidore. Mereka disambut Kaicil Tulo, Sultan Tidore, Bacan, dan kalangan oposisi lainnya.

Ketika sisa-sisa armada yang berhasil selamat ini menyerang Ternate, mereka berhasil dipukul mundur hingga melarikan diri ke Tidore dalam kedaan tercerai-berai. Laksamana Morenos akhirnya mundur dari perairan Maluku laku kembali ke Manila. Sementara gemuruh sorak-sorai orang Ternate merayakan kemenangan mereka. Kegagalan Penyerbuan Spanyol ini membuat Sultan Saidi makin percaya diri melawan oposisi yang di pimpin oleh Kaicil Tulo.

Puncak perseteruan ini berakhir pada 26 Maret 1606. Setelah melalui serangkaian persiapan yang matang, sebuah ekspedisi besar Spanyol tiba di Ternate dipimpin Gubernur Jenderal Spanyol di Filipina, Don Pedro de Acunha. Ia memimpin armada yang terdiri dari 36 kapal Spanyol-Portugis, 1423 tentara Spanyol, 344 pasukan orang-orang Tagalog dan Pampangan, 679 orang dari berbagai daerah di Filipina dan bangsa-bangsa lain, dan 649 pendayung Cina, hingga total berjumlah 3095 orang.  Pasukan besar ini menggempur tentara Ternate yang mempertahankan benteng Gamlamo. Tidore turut membantu Spanyol dalam penyerangan ini. Akhirnya, benteng yang dipertahankan Ternate jatuh dalam suatu pertempuran yang tak seimbang. Walaupun benteng Gamlamo pada masa Baabbulah telah diperkuat dengan tembok tinggi yang mengelilinginya, tetapi pasukan Spanyol dapat dengan mudah merebutnya.

Penyerbuan ini membuat Sultan Saidi melarikan diri. Mula-mula ke Jailolo lalu ke Sahu. Sultan hanya ditemani Sangaji Ngofakiaha dari Makian, dan beberapa keluarga Sultan serta sejumlah saudara dan pengikut yang terdiri dari kaum perempuan.

Kejatuhan Sultan Saidi dan upaya pelariannya ke Jailolo serta negosiasi penyerahan diri sang Sultan difasilitasi Kaicil Hamzah anak dari Kaicil Tulo. Ini tercatat pula dalam Documenta Malucensia. Disebutkan bahwa Raja Tidore (Kaicil Mole) telah menjangkau tempat Ternate (Sultan Said) yang di beberapa paruh waktu melarikan diri ke Jailolo. Tapi entah karena dia tidak bisa lelah, atau karena malam akan datang, dia memutar balik dan pulang ke benteng. Tetapi mengingat bahwa Gubernur telah menemukan banyak musuhnya di Tacome, sebuah tempat di pulau Ternate, maka untuk hari berikutnya ia meminjamkan sebuah Leota dengan beberapa perahu Kora kora dari Tidore.  Di manapun , Quichil Amejaat (Kaicil Hamzah) akan menemukan mereka".

Menurut Amal, pada Mei 1606, Sultan Saidi bersama putera tertuanya beserta 24 Sangaji dan sejumlah Kaicil—termasuk Kaicil Tulo, Kaicil Hamzah anak Kaicil Tulo dan kemenakan Saidi—naik ke atas kapal Patrona yang dipimpin Kapten Villagra. Kapal ini membawa mereka ke tempat pengasingan di Manila.

Pada saat kejatuhan Ternate dan ditawannya Sultan Saidi beserta keluarganya, Panglima Perang Spanyol di Manila (Master de Campo) mengirim utusan dan membawa surat untuk raja-raja di Sulawesi Utara. Surat ini dibawa oleh seorang perwira bernama Christian Suarez (Christobal Suarez menurut Scritto da Marco Ramerini ) ditujukan kepada Raja Manado, Raja Bolaang, Kepala Suku Kaidipang, Raja Buol dan Toli-toli.

Delegasi Christian Suarez ini hanya diterima oleh Reyna Dongue Kepala Suku Kaidipang. Dongue menyatakan kesetiaannya terhadap Spanyol serta telah lama bermusuhan dengan Ternate. Selain itu Dongue mengirim Surat ke Manila yang bertanggal 26 Juli 1606 sebagaimana terdapat dalam Bunga Angin Portugis di Nusantara: Jejak-jejak Kebudayaan Portugis di Nusantara karya Paramatiha R Abdulrahman.

Perlu diketahui bahwa di tahun 1606, tidak terkonfirmasi tentang pertemuan Raja Manado atau Raja Bolaang dengan delegasi pimpinan Christian Suarez. Pada masa ini juga di Manado dan sekitarnya, Raja Mokodompit harus bertahan dari situasi sulit dalam menghadapi pengembara laut dari kelompok Bacan. Riedel mencatat, Raja Mokodompit mempertahankan Pulau Nain dan Pulau Manado dan membangun benteng dari batu karang; “Maka datanglah pada masa perdijamannja di situ orang orang Batjan namanja apatah mengharukan kahidopannja orang bala bala djuga sehingga berpindahlah Datu itu kembali pergi ka Pulow Nain dan pulow Babontehuh atawa pulow Manaroh sakarang. Pada tandjong Buaroh, lalu perusahlah disitu bentengnja batukarang. Pulau Manado tetap bertahan dan dalam kekuasaan Raja Mokodompit''.

Tadohe Raja Manado

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline