Lihat ke Halaman Asli

Di Antara Dua Pilihan

Diperbarui: 14 Oktober 2018   11:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

NGADIMAN hanya bisa mengelus dada. Jargun, anak satu-satunya, kembali berulah. Jika sebelumnya melempari mobil pak lurah dengan tomat busuk, kini dengan beringas Jargun membakar kios Mang Sabichun.

Ngadiman yang tengah disidang oleh kaki tangan Pak Lurah, terkait pelemparan itu, dihampiri beberapa warga. Mereka kompak beringas. Tuntutan mereka, penjarakan Jargun. Anak semata wayangnya itu.

"Kalian boleh bilang apa saja. Tapi sebagai bapaknya, saya ini di tempat ini sedang diproses terkait Jargun." ujar Ngadiman panas.

"Bangsat. Apa kamu ndak tahu. Kios Mang Sabichun dibakar oleh setan itu. Untung pemiliknya lagi tak ada. Tapi barang-barangnya, ludes. Bangsat kamu! " Orang itu hendak merangsek. Tapi teman-temannya menahan.

Ngadiman langsung terduduk lemas. Ia mengucap istighfar berulang-ulang. Ia kembali harus menghadapi satu lagi masalah. Ketika masalah sebelumnya belum kelar. Namun bagaimanapun, sepelik apapun, ia harus tegar dan menghadapi dengan sekuat kesabaran.

Kaki tangan lurah mencatat laporan mereka. Setelah puas memuntahkan segala caci maki, rombongan itu pergi dari balai desa. Ngadiman lalu disuruh pulang dulu. Penyelidikan ditunda, begitu kaki tangan itu berujar.

Sepanjang jalan menuju rumahnya, Ngadiman berpikir keras. Apa yang akan ia lakukan pada anaknya. Ia berpikir, jika melempari mobil dengan tomat busuk, mengencingi halaman rumah tetangga, menyulut petasan dini hari, merupakan tingkahbyang masih bisa dimaklumi. Namun membakar kios, tentu sudah urusan lain. Ini sama biadapnya dengan membakar pasar tradisional dengan dalih apapun.

Tak berapa lama, ia melihat di kejauhan, Jargun dan Mang Sabichun terbahak-bahak. Ia segera mengendap seperti maling menuju mereka berdua.

"Beres Mang. Saya sudah bakar kiosmu. Kemarin juga sudah saya lempari mobilnya. Saya tagih sekarang bayarannya.. " ujar Jargun sembari tertawa.

Mang Sabichun tertawa tanpa henti. Ketika reda ia berujar demikian. "Anak bodoh. Kamu telah menerima bayarannya. Sebentar lagi kamu dan bapakmu akan di penjara.

Jargun wajahnya seketika memerah. Ia menyadari sekarang. Jika orang dihadapannya telah menipunya. Dengan liar ia membabi buta menyerang Sabichun yang diam saja. Sabichun roboh. Meski sekujur tubuhnya kesakitan, tapi bibirnya tersenyum tipis. Beberapa orang tiba-tiba muncul dan menyergap Jargun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline