Lihat ke Halaman Asli

Cahyadi Takariawan

TERVERIFIKASI

Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Kesibukan, Produktivitas dan Kebahagiaan

Diperbarui: 30 September 2022   22:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

theproductivewoman.com

Sibuk, memang tidak selalu produktif. Ada orang yang sangat sibuk, namun ternyata kesibukan yang dilakukan tidak membawa produktivitas bagi kehidupannya. Bahkan bisa merugikan kehidupannya, dunia akhirat.

Pertanyaan mendasar adalah, apa ukuran produktivitas? Apakah bertambahnya uang, kekayaan dan jabatan? Apakah melimpahnya fasilitas kehidupan?

Sebagai insan beriman, tentu tidak akan salah dalam membuat ukuran produktivitas. Ukuran paling utama adalah penunaian ketaatan dan penghindaran dari dosa, kesia-siaan, kejahatan dan kemaksiatan.

Jika kesibukan Anda menghasilkan ketaatan, itulah produktivitas. Jika kesibukan Anda menjauhkan dari dosa dan kemaksiatan, itulah produktivitas. Dalam pandangan ini, seseorang yang tidur, lebih produktif daripada mabuk-mabukan, berzina ataupun berjudi.

Namun jika sibuk maksiat, sibuk berjudi, sibuk mengonsumsi narkoba, sibuk berselingkuh, sibuk mencuri, sibuk menipu, maka tidak akan memberikan produktivitas bagi kehidupan dunia dan akhirat. Yang didapatkan justru dosa dan penyesalan, meskipun dari kesibukan itu menghasilkan banyak uang.

Imam Syafi'i menyatakan, "Jika kamu tidak disibukkan dengan kebaikan, maka setan akan mengajakmu untuk sibuk pada keburukan". Jika Anda sibuk melakukan kebaikan, inilah produktivitas yang sesungguhnya. Ketika waktu Anda tersita untuk melakukan berbagai macam amal salih, itulah produktif.

Bagi banyak kalangan manusia modern, produktif sering dikaitkan dengan menghasilkan materi, uang, kekayaan atau yang semisalnya. Maka i'tikaf di masjid dianggap tidak produktif, karena "hanya" diam di masjid tanpa melakukan aktivitas yang menghasilkan uang.

Ini adalah ukuran produktif para kapitalis. Mereka tidak bisa melihat sisi-sisi nonmateri. Saya jadi teringat ungkapan Goenawan Mohamad tentang puisi. Bagi para kapitalis, puisi itu tidak berguna, karena tidak bisa menghasilkan uang.

"Seseorang pernah mengatakan, guna puisi adalah dengan hadir tanpa guna. Ia tak bisa dijual. Ia menegaskan tak semua bisa dijual," ungkap Goenawan Mohamad.

"Mereka yang terbiasa dengan kekuasaan dan aturan memang umumnya sulit memahami puisi," ujar Goenawan Mohamad. Para kapitalis akan sangat sulit mengerti nilai puisi. Yang mareka tahu hanyalah materi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline