Lihat ke Halaman Asli

Opa Jappy

Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan

Idul Fitri 2019 dengan Komitmen Baru

Diperbarui: 5 Juni 2019   06:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Idul Fitri, di Indonesia seringkali disebut Lebaran, selalu dikaitan dengan kata kemenangan. Juga merupakan puncak proses pelatihan diri, pemulihan rohani dan penyembuhan luka-luka bathin selama 30 hari.

Pada proses pelatihan, pemulihan, penyembuhan tersebut (selayaknya) terjadi pengekangan sifat-sifat kedagingan (berupa hawa nafsu, amarah, kebencian, serta hal-hal jahat lainnya); sehingga pada akhir proses tersebut, seseorang atau umat menjadi sosok 'manusia baru.'

Sosok 'Manusia Baru' yang telah berhasil melewati pembersihan diri, roh, dan jiwa. Serta, mampu memaknai pengalaman ketika mengalami proses (selama 30 hari puasa) sebagai suatu pembentukan dari Sang Ilahi pada dirinya. Dan, hasil dari pembentukan tersebut, (akan) menjadi gaya hidup kekinian serta keseharian, hingga satu tahun ke depan atau Ramadhan dan Lebaran tahun selanjutnya.

Jadi, siapa pun kita atau umat, sebetulnya terus menerus ada dalam lingkaran yang berputar. Kita, ia, saya, mereka, selalu ada dalam lingkaran Ramadhan Kemarin, Lebaran Sekarang, Ramadhan Nanti, serta Lebaran Berikutnya.

Itu juga bermakna, selama masih ada perputaran waktu (dari Ramadhan Dan Lebaran Sekarang ke berikutnya), seseorang atau umat mengalami pembentukan dari Sang Ilahi, yang di dalamnya ada proses pelatihan diri, pemulihan rohani dan penyembuhan luka-luka bathin.

Sampai kapan proses itu berakhir? Itu (akan) selesai ketika Sang Kuasa mengambil kembali hidup dan kehidupan yang Ia 'pinjamkan' pada dirimu dan diriku.

Jadi, ketika (kita, anda dan saya) melewati pembentukan selama 30 hari (Puasa), justru merupakan Hari Awal (pertama) mempertahankan dan menunjukan hasil dari proses tersebut. Bukan bermakna, kembali menunjukan tanda-tanda hidup dan kehidupan seperti sebelum Ramadhan. Jika itu terjadi, maka Ramadhan kita (anda dan saya) hanya suatu kelelahan, tekanan, dan tak berarti.

Dengan demikian Akhir Ramadhan dan masuk Idul Fitri, merupakan saat adanya komitmen baru. Komitmen bahwa, 'Aku telah melewati proses selama Ramadhan, maka kini akan (aku) tampilkan dalam keseharian hidup dan kehidupan.' Komitmen yang diikuti dengan menunjukkan hasil-hasil pembentukan, pemulihan, penyembuhan diri seutuhnya selama Ramadhan.

Itulah yang disebut Idul Fitri; ada totalitas perubahan dan pembaharuan komitmen. Bukan melulu pada 'hari yang dibolehkan makan/kembali makan' dan 'kembali pada fitrah'.

Totalitas, perubahan, dan pembaharuan itulah yang menjadikan Idul Fitri semakin bermakna. Apalagi ditambah dengan (i) momen saling memaafkan, (ii) reformasi hubungan dengan sesama, (iii) memperhatikan serta membantu mereka yang tertindas dan marginal, (iv) juga, menunjukkan kesetiakawanan sosial terhadap kaum papa.

Bukan kah semuanya itu (di atas) juga merupakan bentuk-bentuk nyata dari ta'awun atau tolong menolong dan al-birr atau keutamaan kebaikan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline