Lihat ke Halaman Asli

Fauji Yamin

TERVERIFIKASI

Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Dua Sisi Mata Air

Diperbarui: 5 November 2022   01:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.com

Suatu sore di Jember, dalam beberapa hari tinggal di tempat teman, saya memperhatikan betapa air keluar tiada henti dari keran. Di Bak paling sering, mengalir tak terbendung. Kadang cepat, kadang lambat. 

Rasa penasaran itu tertanam dalam diri sebelum akhirnya memutuskan bertanya kepada kawan. "Bro, saya lihat kok. Airnya jalan terus tidak pernah di tutup kerannya," 

"Di sini perjalanan terakhir," jelasnya singkat.

"Terakhir,? Berapa rupiah sih yang harus dikeluarkan perbulan untuk bayar air," tanyaku.

"Duapuluh lima ribu," jawabnya.

Saya kaget. Sebab, sejak melihat fenomena itu sempat berpikir apa tidak rugi kawan ku ini bayar biaya air perbulan. Di rumah saya saja di Ternate, bocor sedikit sudah bayar hingga ratusan ribu rupiah perbulan.

"Kok murah. Itu air PDAM ya," sanggahku.

"Ngak bang. Air ini dikelola langsung oleh desa. Dialiri langsung dari mata air di pegunungan ke rumah warga di kecamatan kami.,"jelasnya.

Barulah saya ketahui air ini bukan berasal dari sistem PDAM. Tetapi swakelola yang hadir dari itikad masyarakat memanfaatkan potensi mata air.

Ia pun menjelaskan mengenai perihal berdirinya sistem tersebut dan sejauh mana proses pengelolaan manajemen. Bisa dibilang, sudah beberapa puluh tahun sistem iu berjalan dengan iuran perbulan yang ditetapkan setiap rumah. Pengelolaan ini berbadan hukum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline