Lihat ke Halaman Asli

Perspektif Katolik terhadap Homoseksualitas

Diperbarui: 28 Juli 2017   16:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perbincangan keragaman orientasi seksualitas telah menjadi diskusi berbagai pihak. Dalam konteks Indonesia, menanggapi realitas keragaman orientasi seksual, selain lembaga-lembaga kemanusiaan seperti Komnas HAM, agama menjadi salah-satu pertimbangan moral yang cukup kuat. Artinya, agama memiliki peranan  sebelum sesuatu disahkan secara hukum. Salah-satu masalah yang hangat dibicarakan saat ini adalah perihal keragaman orientasi seksual.

Kajian singkat ini bermaksud untuk menunjukan perspektif Gereja Katolik dalam menanggapi keragaman orientasi seksual khususnya homoseksual baik itu lesbian maupun gay. Kurang lebih menjelaskan sikap Gereja Katolik dalam melihat dan memperlakukan kaum homoseksual. Apakah mereka mesti ditolak ataupun sebaliknya?

Perlu diingat bahwa harus diakui adanya kenyataann di beberapa negera yang bermayoritas Katolik ataupun Protestan yang mengakui bahkan menerima kaum homoseksual hingga melegalkan pernikahan mereka.  Namun apakah penerimaan seperti ini berarti mewakili ajaran kristiani pada umumnya.

Kiranya tidaklah demikian, apalagi dalam Gereja Katolik sangat jelas ada pemisahan antara hukum negara dan Gereja. Artinya, dalam kenyataan terjadi banyak pertentangan antara hukum negara dan Gereja. Misalnya saja, Gereja Katolik dengan tegas menolak praktek aborsi apalagi melegalkannya. Namun dalam kenyataannya, banyak negara-negara yang melegalkan sekalipun berpenduduk mayoritas kristen (Katolik ataupun Protestan)

Persoalan homoseksualitas bukan merupakan persoalan sederhana. Uraian ini tidak akan memberi suatu penjelasan dengan segala tindakan praktis yang akan diambil tetapi lebih pada refleksi dalam konteks perspektif moral khas Katolik. Dalam biblis sangat  jelas bahwa Allah menciptakan Pria dan Wanita seturut citra-Nya. Atau pria dan wanita merupakan gambaran Allah sendiri. Dengan demikian, tidak dibenarkan atas alasan "kekurangan ataupun kelainan" yang dimiliki, kita menolak kaum homoseks.

Kenyataan bahwa kaum homoseks melawan kodrat dari aspek orientasi seksual tentu harus diterima. Gereja tetap mempertahankan paham hukum kodrat bahwa orientasi seksual seorang laki-laki yang normal mesti tertarik pada perempuan. Demikianpun sebaliknya. Hal ini sangat berkaitan dengan pesan biblis di mana kita diberi mandat untuk beranak cucu dan berkuasa atas alam ini. Sangat jelas hubungan seksual sesama jenis tidak akan mungkin terjadi  proses prokreasi.

Dalam "surat kepada para uskup Gereja Katolik tentang reksa pastoral orang-orang homoseksual" ditulis secara tegas persoalan seputar homoseksual yang  mengacu pada "Deklarasi Tentang beberapa soal sehubungan dengan Etika Seksual". Dokumen ini menekankan kewajiban untuk berusaha memahami kondisi homoseksual dan mencatat bahwa  kesalahan tindakan-tindakan  homoseksual harus dipertimbangkan dengan arif.

Ditegaskan pula pembedaan umum antara  kondisi atau  kecenderungan  homoseksual  dan tindakan-tindakan homoseksual individual. Tindakan-tindakan ini dinyatakan sebagai kehilangan "tujuan" yang hakiki dan harus ada, sebagai tindakan yang  "intrinsik buruk", dan sama sekali tidak dapat disetujui.  Dalam arti ini kecendrungan khusus orang homoseksual bukan dosa namun tidak berarti kecenderungan itu sebagai sesuatu yang netral bahkan baik.

Maka dari itu, keprihatinan khusus dan perhatian pelayanan hendaknya ditujukan kepada mereka yang memiliki kondisi ini, agar mereka jangan sampai mengira bahwa memenuhi kecenderungan homoseksual merupakan pilihan yang dapat diterima. Gereja secara tegas menilai bahwa pilihan ini tidak dapat dibenarkan. 

Memilih orang dari jenis kelaimin yang  sama untuk kegiatan seksual berarti menggagalkan  simbolisme dan makna, untuk tidak menyebut  tujuan, rancangan seksual Sang Pencipta. Aktivitas homoseksual bukan persatuan komplementer yang mampu meneruskan hidup sehingga menghalangi panggilan kepada suatu hidup menurut Injil.

Namun di sisi lain, hal ini tidak berarti bahwa orang-orang homoseksual tidak dapat berbuat kasih dan berkorban bagi yang lain. Dalam hidup bersama, mereka berhak diperlakukan setara dan tidak perlu melihat mereka sebagai orang "terkutuk" apalagi dinajiskan. Jika mereka melakukan tindakan homoseksual, mereka meneguhkan  di dalam diri suatu kecenderungan seksual yang buruk yang pada hakikatnya buruk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline