Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Ihwan Kamil

apatis bersuara

Alam Pikiran Jean Paul Sartre

Diperbarui: 6 Januari 2022   16:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

"Hidup itu kegelisahan untuk eksis" 

 -- Jean Paul Sartre -

Jean Paul Sartre lahir 1905 dan meninggal 1980. Ia merupakan Filsuf, kritikus sastra, penulis naskah drama, dan lain-lain. Ia ditinggal mati ayahnya sejak umur dua tahun, ia tinggal bersama ibu dan kakeknya. Dari kakeknya ia belajar ilmu-ilmu dasar, dan diperkenalkan naskah-naskah klasik oleh kakeknya.

Sedari kecil ia cerdas, agak usil, sewaktu dikampus ia bersama teman-temannya membuat semacam intrik yang menyebabkan Rektornya dipecat dari kampus. Pengalamannya sangat luas, ia pernah ikut perang dunia kedua tapi sebagai meteorog (mengamati cuaca/alam), sempat dipenjara sembilan bulan oleh Nazi dan dipenjara ia mulai membaca tulisan-tulisan Heidegger dan lain-lain

Ia tidak menikah tapi hidup bersama dengan simone de beauvoir. Pandangannya tentang cinta sangat diwarnai oleh gagasan eksistensialnya dan hubungannya dengan simone de beauvoir. Ia berpikir yang penting saling jatuh cinta, saling membahagiakan, tidak saling mengganggu, mau selingkuh ya silahkan asal tidak bohong. Itulah Sartre.

Eksistensialisme

Katanya Sartre, fokusnya manusia tidak di esensi tetapi di eksistensi. Menurut Sartre, esensi manusia tidak bisa dijelaskan seperti halnya esensi benda-benda. Contohnya, ketika kita melihat handphone, kita langsung dapat memahami bahwa handphone tersebut untuk alat komunikasi dan bertujuan untuk berhubungan dengan orang lain. Tapi manusia tidak bisa begitu, jika kita bertemu seseorang tidak bisa kita sebut manusia tersebut punya hati dan punya otak. Terkadang ada manusia yang punya otak tapi tak punya hati. Tidak ada hakikat asli manusia. 

Manusia menemukan hakikatnya dari eksistensinya, atau dalam Bahasa Heidegger "cara meng-ada". Tidak ada hakikat bawaan yang menyatakan bahwa manusia itu pasti baik atau pasti jahat, kalau manusia meng-ada dengan cara jahat maka eksistensi dirinya terbentuk jahat. Kalau tiap hari bohong, nanti hakikat dirinya menjadi pembohong. Pun sebaliknya jika tiap hari jujur, maka hakikat dirinya menjadi jujur. Jadi manusia tidak ada esensi bawaannya, esensi manusia terbentuk dari eksistensinya setiap hari yang dilakukan manusia. Atau dalam Bahasa sederhana "kamu itu apa, tergantung apa yang kamu lakukan setiap hari". Itulah eksistensialisme, jadi kita tidak membawa nilai yang sudah jadi, tapi nilai itu terbentuk dari perilaku kita setiap hari.

"Man is nothing else but what he makes of himself" -- Jean Paul Sartre --

Jadi tidak usah menunggu dirimu jadi apa, tapi bentuklah dirimu seperti yang kamu inginkan. Untuk jadi pintar maka berperilaku atau bersikap seperti orang pintar. Untuk jadi seorang dosen atau guru, maka dari sekarang latihanlah presentasi atau menjelaskan sesuatu, latihan menjadi seorang guru atau dosen yang  baik, jangan nanti-nanti. Jadi, bangun dirimu dari sekarang, karena kamu membangun hari ini maka jadinya besok, kalau membangun nanti-nanti maka tumbuhnya juga lama. Manusia tidak lain adalah apa yang ia buat untuk dirinya sendiri.  

"Everything has been figured out, except how to live"  -- Jean Paul Sartre -

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline