Lihat ke Halaman Asli

Adexfree

Menulis adalah ruang untuk berbagi

Cerita di Balik 3x Resign

Diperbarui: 18 Maret 2021   13:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pribadi

Resign....kata-kata yang hampir akrab di telinga saya,karena saya sudah 3x resign dari 3 tempat bekerja yang berbeda.

Pilihan untuk resign tersebut bukan tanpa alasan, tapi justru sudah dipikirkan dengan matang.Pertama kali saya resign pada tahun 2010 dari sebuah Rumah Sakit Swasta type B, pada saat itu saya menjabat sebagai Sekretaris Direktur. Padahal saya sudah bekerja di tempat ini kurang lebih 9 tahun, keputusan ini saya ambil disebabkan masalah privacy yang tidak bisa saya ungkapkan disini. Memang saat itu Direktur utama sangat keberatan dengan keputusan yang saya ambil, bahkan beliau berani memberikan saya waktu 3 bulan untuk berpikir ulang mengenai keputusan  tersebut. 

Apalagi disaat tersebut Rumah Sakit di tempat saya bekerja sedang proses penilaian akreditasi oleh KARS ( Komisi Akreditasi Rumah Sakit ). Sebenarnya kalau mau jujur saya sangat berat untuk meninggalkan pekerjaan tersebut, akan tetapi keadaan yang membuat saya memutuskan demikian. Akhirnya agustus 2010 Surat Keputusan pemberhentian saya dikeluarkan. Namun bukan berarti saat itu saya serta merta menjadi pengangguran, karena saya masih bekerja disalah satu rumah sakit swasta lain sebagai asisten dokter spesialis kanker dan penyakit kandungan. Ternyata memilih menjalani 1 pekerjaan itu memberi dampak positif dalam kehidupan saya.

Nilai postifnya, saya lebih banyak memiliki waktu luang untuk menjalani hobi saya menanam berbagai bunga di pekarangan rumah, dan juga saya lebih banyak waktu untuk hanging out bareng teman-teman saya, suatu hal yang selama ini sangat jarang saya lakukan karena terlalu sibuk menjalani 2 pekerjaan sekaligus.

Namun itu hanya berlangsung selama 1 tahun, karena di akhir tahun 2011 saya mendapatkan tawaran dari sahabat saya untuk menjadi staff administrasi di salah satu lembaga yang mengembangkan Pelatihan Kesehatan Reproduksi bagi para Dokter umum dan Bidan. Awalnya saya  ragu dengan pekerjaan ini tapi pada saat saya melihat langsung bagaimana proses diselenggarakannya sebuah pelatihan di lembaga itu, saya tertarik. Saya berpikir, bagaimana kalau saya menjadi  menjadi seorang trainer. Meskipun awalnya saya diterima menjadi staff administrasi, namun seiring waktu berjalan saya mulai belajar menjadi seorang trainer.

Hingga suatu hari Ketua lembaga tersebut menyuruh saya menggantikan salah seorang trainer yang datang terlambat untuk mengisi sebuah materi, yang memang kebetulan saya menguasainya. Ternyata itu adalah starting point bagi perjalanan karier saya menjadi seorang trainer. Hingga pada awal tahun 2015 saya diberikan kesempatan mengikuti Pelatihan Training of Trainer (TOT) di Jakarta, dimana pesertanya sebagian besar berasal dari wilayah indonesia timur yaitu : Papua, papua barat, pontianak, bali, sulawesi. Perwakilan dari sumatera hanya sumatera selatan dan sumatera barat.

Momen tersebut membuat saya lebih yakin lagi bahwa saya ingin menjadi seorang Master Trainer, karena selain kemudahan dalam mengupdate ilmu pengetahuan, jaringan sosial pun dapat berkembang ke seluruh provinsi di Indonesia. Ditambah lagi salary yang memang menggiurkan, ibarat pepatah sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Ilmu dan teman saya dapatkan sekaligus income yang lumayan. 

Pelatihan CTU 2018 - Dokpri

Meskipun selama menjadi trainer saya sering keluar kota tapi side job saya sebagai asisten praktek dokter spesialis kanker dan penyakit kandungan tetap saya jalani dengan bantuan seorang teman. Jika saya keluar kota, maka teman saya tersebut yang menggantikan. Sembari bekerja saya pun bisa memenuhi hasrat untuk travelling diberbagai kota dan kabupaten terutama di wilayah provinsi Sumatera Selatan. Dan yang paling menyenangkan adalah seluruh biaya akomodasi ditanggung oleh penyelenggara, saya hanya perlu cuap-cuap didepan kelas dan mengeluarkan seluruh isi otak saya dan cuan pun mengalir ke kantong saya. 

Pekerjaan ini saya lakoni hingga tahun 2018, karena pada akhirnya seorang wanita memiliki suatu tugas mulia yang harus dijalankan. Yah, saya sudah menjadi seorang ibu yang memiliki kewajiban membesarkan anaknya. Saya pun resign dari tempat ini karena suami saya bekerja diluar kota sehingga saya harus lebih fokus mengurus anak. Bahkan side job saya pun dengan berat hati saya tinggalkan demi menjalankan tugas saya sebagai seorang ibu.

Banyak sekali teman saya yang protes mengenai keputusan saya ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline