Lihat ke Halaman Asli

Nuke Patrianagara

cerah, ceria, cetar membahana

Bu Susi, Sang Penjaga Laut Nusantara

Diperbarui: 15 Mei 2019   22:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Saat diumumkan menjadi jajaran kabinet Pak Jokowi pada bulan Oktober tahun 2014, para warganet dengan segala fatwanya langsung bereaksi, kok bisa terpilih, kok dia sih, memang tidak ada yang lain, kan pendidikannya hanya sampai ...., dan sebagainya, oh maha benar warganet dengan segala cuitan dan komentarnya.  Hampir 5 tahun Bu Susi menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, dengan segala pencapaian dan gebrakannya ,sampai hari ini kapal "Illegal Fishing" yang telah ditenggelamkan Bu Susi beserta jajarannya dan dinas terkait adalah 539 kapal (Senin, 13 Mei 2019,kompas.com), warganet kembali riuh di media sosial bagaimana caranya Bu Susi bertahan di kabinet berikutnya. Jangan sampai terjadi  Bu Susi yang ditenggelamkan saat tidak kembali menjadi menteri.

Bertempat di Bentara Budaya Jakarta, WWF bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dan Harian Kompas menyelenggarakan Pemutaran Film Dokumenter dan Diskusi "Our Planet". 

Dimulai dengan pemutaran film dokumenter "Our Planet -- Coastal Seas" karya WWF berkolaborasi dengan Netflik dan silverback Films, kita sebagai penonton dibuat kagum dengan keindahan alam dan kehidupan binatang, ada berang-berang yang lucu dan menggemaskan, kawanan ikan yang berjuta-juta jumlahnya meliuk kian kemari bagai sang penari dalam pementasan, ada bulu babi berwarna ungu yang selama ini kita hanya kenal dengan warna hitam.

Kita semua tidak mau keindahan itu punah dan berlalu begitu saja, kita butuh gerakan menjaga lingkungan, salah satu yang membuat penonton berdecak kagum bahwa adalah kehadiran Raja Ampat dalam film dokumenter tersebut, begitu indahnya alam di ujung negeri ini, berita yang menggembirakan saat Raja Ampat menjadi Suaka Alam Kelautan, jumlah ikan meningkat berlipat-lipat, harapan itu hadir, alam bisa kita usahakan kelestariannya dengan cara tegas menegakan peraturan.

Film dokumenter  "Our Planet -- Coastal Seas" turun dari layar, dilanjutkan dengan acara berikutnya, yaitu diskusi dengan tema "Kawasan Konservasi Laut, Perikanan & Ekowisata: Kesepakatan Baru untuk Alam dan manusia Indonesia, menghadirkan Bu Susi Pudjiastuti sebagai  Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Ninuk Mardiana Pambudy sebagai Pemimpin Redaksi Harian Kompas dan Rizal Malik sebagai CEO WWF-Indonesia dipandu oleh moderator Prita Lura yang juga seorang Pandu Laut.

Sang modertator mempersilahkan Bu Susi memberikan paparan terlebih dahulu, dengan gaya khasnya Bu Susi bersemangat memberi paparan dengan uraian data yang sangat detail, ini mengingatkan saya pada Pak Ahok.

Segala pencapaian dan rintangan yang dihadapi diceritakan pada peserta dengan waktu yang sangat singkat ini, ada beberapa uraian Bu Susi yang saya tangkap dan melekat pada ingatan yaitu mengenai cantrang, tarik menarik kebijakan mengenai cantrang ini belum menemukan titik ujung, pengertian ditarik dan diseret saja menjadi perdebatan, kita miris mendengarnya kalau cantrang masih saja dipergunakan, berapa juta ton ikan akan terbuang percuma, jangan sampai kita duduk termangu melihat punahnya ikan-ikan di laut kita karena menangkap ikan dengan cantrang itu menyapu seluruh dasar laut untuk menangkap ikan demersal atau ikan dasar.

Oleh karena itu cantrang berisiko merusak ekosistem, subtrat tumbuhnya organisme dan merusak terumbu karang.

Kementerian Kalautan dan Perikanan Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015 serta Peraturan Menteri Nomor 71 tahun 2016, pemerintah melarang penggunaan alat tangkap ikan pukat hela (trawl) dan pukat tarik (seine net) atau cantrang, Peraturan Menteri mengenai larangan penggunaan cantrang membuat para nelayan meradang, Bu Susi di demo dimana-mana bahkan sampai datang ke Jakarta, sedianya peggunaan cantrang mulai dilarang pada 2017, tetapi ditunda.

Harian kompas, Minggu 21 April 2019 hal 8 dengan judul "Cantrang Masih Idola" para nelayan di Juwana Pati, menyambut baik perpanjangan izin cantrang. Kementerian Kelautan dan Perikanan tetap akan melarang membatasi. Menurut nelayan penggunaan cantrang sangat menguntungkan karena mahalnya alat yang legal yaitu pursue seine.

Menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah, saling tarik menarik antara keuntungan dan kelestarian lingkungan, nelayan menginginkan alat yang murah dan menguntungkan, sedangkan lingkungan juga perlu dijaga, beberapa daerah yang telah menerapkan larangan penggunaan cantrang menunjukan hasil yang menggembirakan, jumlah ikan kembali meningkat signifikan.  Selain larangan penggunaan cantrang, Bu Susi juga menyinggung pencemaran sampah plastik di laut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline