Lihat ke Halaman Asli

Pandemi Covid-19

Diperbarui: 13 November 2021   12:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sudah satu tahun lebih kita dilanda pandemic covid-19, berdampak panjang tentunya. Semua orang ikut merasakan susahnya keadaan pandemi, termasuk orang yang bekerja, anak-anak yang masih sekolah bahkan lansia yang sangat rentan terkena virus corona. Banyak pengalaman yang saya dapatkan dari pandemi, salah satunya jadi mangsa dari virus corona.

Tepatnya pada bulan Juni 2021 kemarin, dua dari 4 anggota keluarga saya teepapar covid. Dengan beberapa gejala yang timbul, saya mengantisipasi keluarga saya untuk tidak keluar rumah agar orang lain tidak terpapar virus covid juga. Awal mulanya adalah ketika kakak saya diminta untuk mengantarkan saudara ke tempat kerjanya, dan saat itu saudara kita sedang batuk pilek. 

2-3 kali setelah mengantar jemput saudara, kakak saya yang memang kebetulan alergi debu dan sering bersin langsung tertular batuk pilek. Namun kakak saya yang memiliki riwayat asma akhirnya mengalami sesak nafas dimalam hari, dan harus menggunakan Nebulizer untuk meredakan sesak nafas.

Sehari setelah sesak nafasnya hilang, kakak saya sudah mulai siuman dan membaik. Selang 1 hari setelah itu, kakak saya baru menyadari bahwa ia tidak bisa mencium bau sesuatu. Tapi kakak saya menganggap itu sebagai hal biasa dan malah tidur di kamar ibu, memegang gagang pintu kamar, menyentuh bantal dan guling seolah tidak terjadi apa-apa. Lalu saya berusaha mengingatkan dia, bahwa dia sudah terkena gejala covid, dia harus karantina di dalam kamarnya sendiri. Pada 8 Jui 2021, kakak saya positif covid dan menjadi orang tanpa gejala. Karena dia masih bisa melakukan segala aktifitas tanpa kesakitan.

Ibu dan ayah pun datang setelah bekerja dan menuju kamarnya yangsudah terdapat virus corona. Selang beberapa hari setelah kejadian itu, tepatnya pada 11 Juni 2021 ibu saya positif covid. Lalu ibu di karantina di kamar tamu dan gelaja yang dialami ibu lebih parah dari kakak saya. Ibu yang tidak pernah sesak nafas pun menjadi sesak nafas dan menderita akibat ganasnya virus corona. Gejalanya pun todak jauh beda dari kakak saya, batuk pilek dan tidak bisa mencium bau disertai sesak di hari pertama.

Beberapa hari kemudian, ayah saya demam. Saya coba liat gejalanya seperti covid, namun saya tidak bisa mengetahuinya karena gejala pada ayah hanya demam saja. Jadi selama keluarga saya dikarantina dirumah, semua pekerjaan rumah saya lakukan sendri. Dan Alhamdulillah Allah melindungi saya dari virus corona dan menjadian saya tetap sehat agar bisa merawat keluarga saya saat itu.

Pagi hari, saya harus menyiapkan makanan dan saya antar ke kamar kakak saya. Saya juga harus menyuapi ibu saya makanan karena ibu saya tidakmau makan sama sekali, kalau tidak sedikit dipaksa akan semakin lama untuk pulih kembali. Begitupun ayah saya, tidak mau makan apapun dan harus sedikit dipaksa juga. Alhamdulillah, saat ini keluarga saya sudah sehat dan dapat kembali beraktifitas.

Hikmah yang dapat saya ambil dari pelajaran hidup ini adalah, Allah kasih saya kesehatan yang belum tentu oranglain dapatkan, maka saya harus lebih banyak bersyukur. Dan untuk keluarga saya, jangan pernah meremehkan hal yang kita anggap sepele seperti covid-19 ini, lebih menjaga kesehatan lagi dan tetap semangat untuk kedepannya.

Nama : Nuruz Zakiyatut Taqiyah
NIM   : 2130021017
Prodi : S1 Kesehatan Masyarakat
Universitas Nahdlatul Ulama' Surabaya
Tugas UTS Bahasa Indonesia




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline