Lihat ke Halaman Asli

Ayo Bobol Bank dengan Cara Pinjam Kolektif di BPR

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Modus dalam "membobol" dana bank melalui pinjaman kolektif saat ini tengah menjadi sorotan. Pinjaman yang dilakukan umumnya oleh oknum bendahara di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ini menggunakan nama dan dokumen pribadi para PNS.

Anehnya, dokumen yang dipinjami untuk jaminan di bank kadangkala hanya berupa salinan (fotokopi) SK PNS, SK Gaji Berkala atau bahkan hanya BPKB kendaraan sang PNS termasuk surat-surat yang tidak penting. Kejadian ini berulang dan sedikitnya telah tiga kasus terungkap sepanjang tahun ini di Jamb, dua diantaranya di instansi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Jambi dan di Kabupaten Muaro Jambi.

Kasus terbaru, seperti yang terjadi baru-baru ini dan terungkap pada Kamis (21/11), saat belasan guru di Kota Jambi, mendatangi DPRD setempat guna mengadukan dugaan penipuan oleh Pembantu Bendahara UPTD Dinas Pendidikan, Kecamatan Kota Baru, terkait persoalan pinjaman mereka di sejumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) setempat.

Adalah seorang guru SDN 42 Kota Jambi, Syukur, mengatakan, pihaknya merasa ditipu oleh Joko Saripudin, Bendahara UPTD, yang meminjam sejumlah uang ke sejumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan menggunakan nama dan dokumen pribadi milik mereka.

"Dia (Joko) mengatakan sedang memerlukan uang dan berencana meminjam SK PNS saya sebagai jaminan di bank dengan perjanjian akan dipulangkan dalam waktu enam bulan. Namun ternyata, setelah uang di dapat dari bank, pada tagihan ke enam, pihak BPR menghubungi kami untuk membayar cicilan pinjaman," katanya.

Diakui Syukur, yang mewakili puluhan orang rekan lainnya, padahal dalam perjanjian dengan Joko sebelumnya, cicilan akan dibayarkan langsung oleh Joko kepada BPR, sehingga mereka tidak perlu berurusan dengan pihak bank. "Setelah enam bulan, ternyata tagihan bank justru datang kepada kami dengan alasan cicilan pada bulan ke enam itu belum dibayar. Padahal dalam perjanjian kami dengan Joko yang dibuat di atas materai, segala beban dan tagihan bank menjadi tanggungjawab dia," katanya sambil menyodorkan salinan pernjanjian dengan Joko.

Celakanya, lanjut dia, hingga saat ini keberadaan Joko Saripudin, PNS dengan jabatan Pembantu Bendahara UPTD Dinas Pendidikan, Kecamatan Kota Baru, Jambi, tidak diketahui lagi. "Dia sudah menghilang sejak dua bulan lalu. Sudah kami intai dirumahnya, dan di tempat-tempat biasanya dia berada, namun yang bersangkutan tidak ada, telpon dan sms pun jarang dibalasnya. Sementara pihak bank terus mendesak agar kami membayar cicilan," papar dia.

Berdasarkan perhitungan sementara atas berkas yang diajukan oleh para guru diketahui, akumulasi pinjaman para guru tersebut mencapai miliaran rupiah, dengan rincian satu orang guru minimal meminjam Rp50 sampai dengan Rp80 juta.

"Nilai pinjamannya berbeda-beda, ada yang Rp 50, Rp 70 dan Rp 80 juta, dengan demikian angsurannya juga berbeda. Dan setahu kami saat ini ada sekitar 30 orang guru di UPTD Kota Baru yang menjadi korban Joko. Kabarnya di UPTD lain, termasuk pegawai teknis lain juga menjadi korban," kata Syukur.

Dikatakannya, sebenarnya persoalan pinjam-meminjam uang dan berkas ini berangkat dari kepercayaan para guru kepada atasan (Bendahara UPTD), terlebih persoalan pinjaman ini juga diketahui oleh Bendahara Dinas Pendidikan Kota JAmbi, M Yamin dengan bukti tanda tangan yang bersangkutan di atas surat perjanjian. "Kami percaya saja kepada Joko, dia memohon-mohon kepada kami dengan berbagai alasan, selain itu persoalan peminjaman ini juga diketahui oleh Bendahara Disdik Kota Jambi, M Yamin," terang Syukur.

Dikatakan dia, seminggu lalu pihaknya sudah mengadu persoalan ini kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Jambi, Rifai. Mereka berupaya menyelesaikan masalah ini secara internal dan melibatkan BPR. "Namun belum ada penyelesaian, pihak BPR tetap mendesak kami harus membayar cicilan bank yang sudah ditentukan. Jelas kami keberatan, sebab kami juga banyak pinjaman lain yang harus dibayar di bank lain. Jika kami harus membayar cicilan di BPR yang uangnya telah digunakan oleh Joko, maka gaji kami akan habis dan bahkan minus, sebab tagihannya ada yang sampai Rp7 dan 9 juta perbulan dari 4 bank," katanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline