Pada pertemuan ke-5 mata kuliah Filsafat Dakwah, pembahasan berfokus pada prinsip-prinsip filsafat dakwah yang dalam kajian filsafat disebut juga sebagai arkan al-da'wah atau rukun-rukun dakwah. Prinsip di sini dipahami sebagai aturan atau standar yang menjadi dasar dalam setiap aktivitas dakwah. Hal ini ditegaskan oleh hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Sa'id Al-Khudri, bahwa setiap muslim memiliki kewajiban untuk mengubah kemungkaran dengan tiga cara: melalui tangan (kekuasaannya), melalui lisan (nasihat), atau melalui hati (penolakan dan doa). Hadits tersebut menunjukkan bahwa dakwah adalah tanggung jawab semua umat Islam sesuai kemampuan masing-masing.
Dari penjelasan yang dipelajari, terdapat tiga prinsip utama dalam filsafat dakwah:
Prinsip Kebenaran
Dakwah harus berlandaskan kebenaran mutlak yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Seorang da'i dituntut untuk jujur, tulus, dan menjadikan wahyu sebagai pedoman. Dalam praktiknya, kekuatan yang dimiliki, baik berupa otoritas politik, sosial, maupun keilmuan, harus digunakan untuk menegakkan kebenaran. Misalnya, seorang pemimpin negara menggunakan kebijakannya untuk memperbaiki kondisi umat; itu adalah bentuk dakwah dengan kekuasaan.Prinsip Keadilan
Dakwah menuntut sikap adil, tidak diskriminatif, dan tidak memihak. Pesan dakwah harus disampaikan kepada semua lapisan masyarakat tanpa membedakan ras, suku, atau status sosial. Seorang da'i tidak boleh menjadikan dakwah sebagai alat kepentingan pribadi, melainkan harus menjaga keseimbangan antara akidah, syariah, dan akhlak. Dengan demikian, dakwah dapat diterima oleh semua pihak dengan suasana saling menghargai.Prinsip Kesejahteraan
Dakwah tidak berhenti pada seruan spiritual semata, tetapi bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kesejahteraan ini mencakup aspek fisik, mental, dan spiritual. Dakwah yang benar akan membangun masyarakat yang penuh kasih sayang, adil, dan saling menolong. Hadits dari Ibnu Mas'ud menegaskan bahwa iman seseorang tercermin dari usahanya memerangi kemungkaran, baik dengan tangan, lisan, maupun hati. Artinya, kesejahteraan sosial menjadi tujuan nyata dari dakwah.
Ketiga prinsip tersebut saling melengkapi: kebenaran memberi arah, keadilan memberi keseimbangan, dan kesejahteraan memberi tujuan praktis bagi masyarakat.
Selanjutnya, dibahas pula integrasi prinsip filsafat dakwah dengan teori-teori keilmuan. Filsafat dakwah tidak hanya normatif, tetapi juga ilmiah. Landasan filsafat yang digunakan meliputi:
Ontologi, yang membahas hakikat dakwah sebagai perpaduan dimensi materi dan spiritual, keduanya bersumber dari Allah SWT.
Epistemologi, yang menjelaskan cara memperoleh ilmu dakwah melalui indra, akal, dan qalbu. Ketiga alat ini harus bekerja sama agar dakwah benar-benar menyentuh hati umat.
Aksiologi, yang menekankan manfaat dakwah bagi kehidupan. Aksiologi menuntut agar dakwah membawa nilai teosentris (berorientasi kepada Allah) dan antroposentris (bermanfaat bagi manusia).
Dalam praktiknya, ilmu dakwah terintegrasi dengan berbagai disiplin ilmu, seperti komunikasi, psikologi, sosiologi, manajemen, hingga pendidikan. Teori komunikasi membantu da'i menyusun strategi pesan yang persuasif; psikologi membantu memahami kondisi batin mad'u; sosiologi menjelaskan dinamika masyarakat; sementara pendidikan menegaskan peran dakwah sebagai proses pembelajaran nilai Islam.