Lihat ke Halaman Asli

Wattpad, Aplikasi yang Mengaduk Cinta dan Benci

Diperbarui: 6 Desember 2019   09:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Wattpad

Berakhirnya Keangkuhan Penerbit Mayor

Tiga belas tahun lalu, tepatnya tahun 2006, dua orang pemuda asal Toronto, Kanada mengumumkan kelahiran aplikasi menulis yang mengubah dunia perbukukan dan penerbitan. 

Sejak diluncurkan oleh  Allen Lau dan Ivan Yuen, Wattpad telah diunduh lebih dari 100 juta manusia di dunia. 

Sejak kemunculan Wattpad, membaca yang tadinya adalah kegiatan mahal karena semakin naiknya harga buku, berubah menjadi kegiatan lebih terjangkau. Bermodalkan ponsel pintar dan wifi pun, orang sudah dapat menikmati novel. Pembaca yang peduli isu lingkungan tak perlu khawatir penebangan hutan untuk dijadikan bahan baku novel cetak.

Sebaliknya, penulis yang frustrasi naskahnya ditolak dengan angkuh oleh penerbit mayor, akhirnya memiliki wadah menuangkan ide liar tanpa takut diomeli editor. Dengan sendirinya,Wattpad menjadi aplikasi yang dicintai pembaca dan penulis.

Bahkan sekarang, penerbit mayor rela bersaing memperebutkan naskah yang dibaca jutaan kali. Kalau dulu penulis kegirangan naskahnya diterima penerbit, sekarang justru penerbit yang bersorak ketika penulis mengiakan lamarannya. 

Zaman memang berubah. Keangkuhan penerbit mayor bagai luruh tak bersisa. Malah, tak sedikit penerbit mayor yang setuju menerbitkan naskah berkualitas ala kadarnya, yang penting ada embel-embel, "Sudah dibaca 20 juta kali di Wattpad."

Apalah arti idealsme yang tak bisa mengenyangkan perut, bukan? 

Tak dapat dihindari, pembaca banyak yang gerah. Kocek yang mereka rogoh tak sebanding dengan kualitas yang mereka dapatkan. Pada akhirnya, pembaca mengatakan, "Tak akan lagi membeli novel jebolan Wattpad."

Tak Terbit Mayor, Terbit Indie dan Self Published pun jadi

Penulis mana yang tidak ingin namanya terpampang di sampul novel? Penulis mana yang tak ingin novelnya terpajang cantik di rak toko buku fisik? Meski toko buku fisik kian sepi pengunjung seiring maraknya toko buku daring, gengsi tak dapat dibeli.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline