Lihat ke Halaman Asli

Patricia Lestari

Seorang ibu

Ketika Anakku Beranjak Dewasa

Diperbarui: 8 Mei 2020   05:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kupandangi gambar-gambar yang berisi rekaman jejak gaya dan tingkah kedua buah hatiku saat mereka masih kecil. Begitu polos..lugu dan menggemaskan. Dan saat kupandangi dua buah foto kedua anakku mengenakan toga kelulusannya di perguruan tinggi, tak terasa air mataku menetes haru.

Rumah terasa begitu sepi. Tak ada lagi celoteh ramai kedua anakku. Rasanya baru kemarin aku disibukkan dengan rumah yang tampak berantakan karena mainan bocah yang berserakan, atau suara tangis bocah karena bertengkar atau merengek.... Yaa..semua hiruk pikuk itu sudah berlalu... Dan aku sangat merindukan lagi suasana itu. Tapi kini yang ada hanyalah sepi dan menunggu untuk bertemu lagi dalam detakan waktu.

Bukan berarti aku tak pernah berkomunikasi lagi dengan kedua buah hatiku. Tapi kini setelah mereka bekerja di luar kota, tentu saja aku tak bisa bertemu setiap hari.

Komunikasi hanya melalui telpon atau video call. Itupun sudah sangat bersyukur walaupun kerinduan yang kurasa seakan tak pernah tuntas karena tak dapat memeluk mereka melalui digital.

Yaa... Bagaimanapun, aku harus tetap bersyukur, karena mereka selalu dalam keadaan baik-baik saja. Dan aku sangat percaya, bahwa Tuhanlah yang telah menjaga dan memelihara mereka. Siapa lagi yang bisa kuandalkan selain Tuhan? Tidak ada.

Aku merasakan hal itu seiring dengan bertambahnya waktu...

Seiring dengan pertumbuhan dan kematangan usia mereka, aku semakin menyadari bahwa hanya Tuhan yang bisa kuandalkan untuk menjaga dan memelihara anak-anakku.

Dulu ketika mereka masih kanak-kanak, mereka selalu ada di dekatku setiap saat... Dari mulai matahari terbit sampai terbenam sampai terbit lagi mereka ada dalam rengkuhan tanganku. Tapi ketika mereka mulai memasuki usia remaja.. mereka mulai punya kegiatan kedua di luar rumah bersama teman-temannya. Dan tentu saja aku tak bisa mengikuti mereka kemanapun mereka pergi, berbeda dengan ketika mereka kecil.

Walaupun kedekatan ku dengan mereka sampai sekarang tetap terjaga, tapi aku harus bisa menerima bahwa kini bukan aku satu-satunya yang mengisi dunianya.

Ketika mereka bercerita tentang pengalaman mereka bersama-sama teman mereka, aku mulai merasakan warna yang baru dalam usia mereka saat itu. Tak jarang aku ikut terkekeh saat mereka menceritakan pengalaman lucu. Tapi hatiku ikut menangis ketika mereka menceritakan kesedihan yang mereka alami.

Bagaimanapun aku tetap harus menghargai privasi mereka untuk tidak mendikte atau mengatur mereka tentang apa yang harus mereka lakukan. Karena masalah-masalah yang mereka hadapi justru akan melatih mereka untuk tangguh, kuat dan mandiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline