Lelaki itu kini sudah jadi orang kaya.
Rumahnya besar di daerah elite di pinggiran Kota Jakarta
Tapi yang aneh tapi nyata di area rumahnya yang dikelilingi tembok tinggi menjulang di angkasa, ada beberapa sawah yang luas petaknya. Ini bukan sawah-sawahan tetapi sawah sungguhan. Ada yang ditanami padi. Ada palawija. Ada juga sayur-sayuran. Ada juga bunga-bunga.
Tiap akan berangkat kerja, lelaki itu berkeliling di sawah-sawah miliknya. Kadang ia membersihkan rumput-rumput yang ada di sela-sela tanamaannya. Kadang ia mencangkul untuk mengeluarkan keringat di tubuhnya.
Selisik punya selisik ada alasan mengapa ada sawah di rumah mewah si lelaki. Ia adalah anak petani miskin di desa terpencil nan sunyi. Ia selalu membantu kedua orangtuanya di sawah yang sempit. Hidupnya sederhana bahkan mungkin agak sulit. Hidupnya juga penuh dengan kerja keras tiada henti. Tapi ia bahagia karena cukuplah untuk makan segala rejeki yang Tuhan beri. Hanya butuh beras yang kadang harus membeli. Sayur tinggal memetik di pekarangan depan rumah sesekali. Lauk tinggal ambil telur dari ayam peliharaan atau memancing ikan wader di kali. Tak ada pencemaran atau polusi maka semuanya sehat secara jasmani dan rohani.
Ketika sudah sukses dan jadi orang kaya di kota, lelaki itu memindahkan suasana desanya ke kota. Supaya ia sehat jiwa-raga. Supaya ia tak lupa pada sejarah hidupnya. Supaya ia tak lupa bekerja keras senantiasa. Supaya ia senantiasa ingat pada jasa kedua orangtuanya. Dan supaya ia selalu tak lupa bersyukur pada Tuhan yang Maha memberi.
(Puisi berdasar kisah nyata yang diceritakan oleh teman tentang orang kaya yang punya rumah mewah tetapi ada sawah di kompleks rumah pribadinya)