Setelah diselenggarakan selama 10 hari (3-12 Mei 2018) di 6 kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Medan, Denpasar, Surabaya dan Yogyakarta), Europe on Screen 2018 akhirnya mencapai puncaknya. Meriahnya malam penutupan yang berlangsung pada Sabtu, 12 Mei 2018 di Auditorium Erasmus Huis menandai selesainya festival film ini.
Serupa dengan malam pembukaan, malam penutupan Europe on Screen 2018 tidak bisa dihadiri secara umum. Hanya undangan tertentu saja yang dapat menghadirinya. tertentu. Selain para media, acara penutupan juga dihadiri oleh mitra acara, pemenang kuis, public figure dan tentu saja pihak kedutaan besar dari negara-negara Uni Eropa di Indonesia.
Dapat mewakili Komik (Komunitas Pecinta Film Kompasiana) sebagai salah satu media peliput dalam kegiatan ini tentu menjadi pengalaman berharga dan tak terlupakan bagi saya. Saya merasa beruntung karena dapat menonton di sebuah ruangan bersama pihak kedubes adalah suatu hal yang langka.
Acara penutupan dimulai pada pukul 19.30 WIB. Michael Rauner mengawalinya dengan menyampaikan sambutan. Sebagai Direktur Erasmus Huis dan Kepala bagian Kebudayaan Kedutaan Besar Belanda ia menyampaikan rasa terima kasih. Baginya, adalah suatu kehormatan Erasmus Huis dapat menjadi tuan rumah dari malam bersejarah bagi Europe on Screen 2018. Hal senada juga disampaikan oleh Rob Swartbol selaku Duta Besar Belanda untuk Indonesia.
Sambutan juga disampaikan oleh Vincent Guerend selaku Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam. Terpilihnya "My Big Night" (Mi Gran Noche) karya Alex de la Iglesia dari Spanyol sebagai film terakhir yang diputar dalam Europe on Screen 2018 juga membuat Salvador Rueda Rabanal selaku Deputy Head of Mission dari Kedutaan Besar Spanyol turut menyampaikan closing remarks. Baik Vincent ataupun Salvador menyatakan bahwa mereka berterima kasih atas antusiasme masyarakat yang luar biasa.
Oh ya, tidak seperti penyelenggaraan pada tahun-tahun sebelumnya, kali ini ada penyelenggara Europe on Screen menawarkan sesuatu yang berbeda. Europe on Screen 2018 memiliki program bernama Short Film Pitch Project. Short Film Pitch Project adalah kompetisi bagi para sineas film Indonesia berupa pengajuan proyek film pendek.
Setelah melewati berbagai proses seleksi, dipilihlah 10 finalis yang kemudian dikerucutkan menjadi 3 pemenang yang akhirnya berhak menerima dana dan bantuan dari penyelenggara Europe on Screen. Meninaputri Wismurti dan Nauval Yazid selaku Festival co-director Nauval Yazid mengumumkannya dalam malam penutupan hari itu.
Ketiga proyek terpilih tersebut adalah "The Great Secret Show" karya Marky Jahja Ali dan Tri Tomi Yulio (runner-up II), "Bangkis" karya Meta Mediana (runner-up I) dan "Lasagna" karya Adi Victory dan Daniel Victory (juara). Sebagai tindak lanjut, ketiga pemenang terpilih harus membuat film pendek berdasarkan proyek yang diajukannya dalam waktu kurang dari 1 tahun untuk kemudian ditampilkan dalam pagelaran Europe on Screen 2019. Wiiih, keren!
Semua sinopsis singkat dari ketiga proyek menarik. Namun dari semuanya, saya merasa wajar jika "Lasagna" terpilih sebagai juara 1. "Lasagna" bercerita tentang orang yang suka makan lasagna justru ketika menjelang hari-hari terakhirnya. Unik kan? Baru mendengar sinopsis singkatnya saja sudah membuat penasaran seperti apa hasil filmnya tahun depan.
Usai pengumuman pemenang proyek dilakukan, ini dia waktu yang ditunggu-tunggu bagi para undangan yang hadir. Yap, apalagi kalau bukan pemutaran film. Dalam waktu 100 menit kemudian para hadirin diajak tertawa gembira dalam film "My Big Night".
Pemilihan film komedi ini sebagai film penutup menurut saya adalah film yang tepat."My Big Night" bukanlah film yang luar biasa. Namun film ini sangat menghibur. Tanpa perlu berpikir keras, "My Big Night" berhasil membuat para penonton dalam auditorium tertawa terpingkal-pingkal dari awal hingga akhir. "My Big Night" sendiri bercerita tentang bagaimana kehidupan orang-orang di balik salah satu program malam tahun baru yang diproduksi 4 bulan lebih awal, seperti pemeran figuran, produser, penyanyi, kru bahkan pembawa acara. Alur ceritanya yang jenaka menjadi daya tarik dari film ini.