Lihat ke Halaman Asli

Ningrum

Mahasiswa

Harapan dan Impian: Realitas Hidup dari Difabel Tidak Bekerja

Diperbarui: 16 November 2022   18:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Bagi penyandang disabilitas memiliki pekerjaan tetap dan layak adalah mimpi untuk mereka. Keinginan mereka untuk mandiri dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari tanpa adanya rasa belas kasihan dari orang lain. Namun, itu semua bukanlah hal yang mudah bagi beberapa difabel. Salah satunya Abdul Aziz yang merupakan seorang difabel tuna daksa pada bagian tangan. 

Kondisinya sudah demikian semenjak beliau berada di dalam kandungan. Pak Aziz sendiri tidak mengetahui berapa tepat usianya saat ini. Hal itu karena adanya keterbatasan pendidikan pada keluarganya. Beliau memperkirakan usianya sekitar 35-40an. Menurut penuturannya, dapat dikatakan beliau tidak memiliki Akta Kelahiran. 

Satu-satunya hal yang diingat oleh beliau dan keluarganya hanya hari lahirnya saja yaitu hari jumat. Keterbatasan yang beliau miliki cukup berpengaruh pada kehidupannya. Dan juga latar belakang ekonomi keluarga Pak Aziz yang bisa dikatakan rendah. Pendidikan terakhir beliau hanya sampai Madrasah Ibtidaiyah atau setara dengan Sekolah Dasar. Saat ini beliau masih lajang dan masih tinggal bersama kedua orang tuanya.

Kebutuhan sehari-hari keluarga Pak Aziz diperoleh dari penghasilan orang tuanya yang berprofesi sebagai buruh tani. Penghasilannya dalam sehari sebesar Rp.50.000, sedangkan dalam setengah hari sebesar Rp. 25.000 sampai Rp. 30.000. Keluarga Pak Aziz benar-benar membebaskan beliau dalam hal pekerjaan, bekerja atau pun tidak itu tidak menjadi masalah. 

Orang tua Pak Aziz memahami keadaannya sehingga tidak memaksanya bahkan cenderung tak tega. Walaupun sebenarnya dalam hati beliau sangat ingin bekerja untuk melatih dirinya agar bisa menjadi mandiri. Dengan keinginan tersebut beliau sempat berusaha untuk melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. 

Pak Aziz sendiri pernah ikut bekerja membantu usaha pengolahan kripik singkong, tepatnya di bagian pengupasan bahan dengan upah di bawah rata rata. Hasil yang didapatkan tersebut sedikit banyaknya diberikan kepada orang tuanya sebagai bentuk (balas budi) agar dapat sama-sama merasakan rezeki yang diperoleh. 

Karena keterbatasanya tersebut, Aziz hanya diberi upah seadanya yakni 10.000 hingga 15.000, perharinya, beliau diperbolekan bekerja hanya karena bentuk belas kasih dan apresiasi oleh majikanya atas kemauan Aziz untuk bekerja

Keluarga Pak Aziz terdaftar sebagai penerima bantuan dari PKH. Program ini berupa bantuan uang tunai yang diberikan 3 bulan sekali dan diberikan pada setiap Kartu Keluarga yang telah terdaftar. 

Selain itu, dari pihak pemerintah daerah sendiri, pada zaman Bu Faida Bupati Kabupaten Jember periode sebelumnya pernah memberikan bantuan berupa uang tunai semasa pandemi Covid-19.Balai Desa setempat pernah mengadakan pelatihan kerja seperti halnya membuat ondel-ondel, namun pelatihan itu masih jarang dijalankan. 

Di samping itu, Pak Aziz sempat melakukan pelatihan di bidang tata boga yang dilaksanakan oleh BLK. Pelatihan yang diberikan itu beragam seperti tata boga, jahit, dan elektronik. Sayangnya, beliau hanya diperkenankan untuk melihat saja dan menyerap ilmu yang diberikan tanpa turut berpatisipasi dalam praktik yang dilakukan.

Pelatihan biasa dilakukan selama satu minggu. Selama pelatihan, peserta yang hadir tidak diberikan modal untuk usaha namun diberikan uang untuk kebutuhan transportasi. Selain itu, peserta juga diberi alat-alat pendukung sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline