Lihat ke Halaman Asli

Tety Polmasari

ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja

Zahra dan UU yang Dilanggarnya

Diperbarui: 3 Juni 2021   19:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kompas.com

Entah bagaimana ceritanya seorang anak perempuan berusia 15 tahun memerankan karakter sebagai isteri ketiga yang sedang hamil? Bagaimana ceritanya anak perempuan ini bisa menjadi pemeran tokoh utama dari sinetron yang dimainkannya jika dilihat dari usianya? 

Bagaimana ceritanya orangtua anak perempuan ini mengizinkan si anak memerankan tokoh yang akhirnya menuai kontroversi dan banyak diprotes ini? 

Apakah tidak dipikirkan baik buruk yang ditimbulkan dari tokoh yang diperankannya itu? Harusnya orangtua bisa lebih bijaksana dalam memilih peran yang tepat dan selektif menyetujui peran yang akan dimainkan oleh anaknya.

Yang membuat ngenes, bagaimana ceritanya sinetron ini bisa lolos tayang? Apa maksud menayangkan sinetron yang "tidak senonoh" ini ? Apa hanya bisa bilang "ambil nilai yang baik, dan buang nilai yang buruk"? Atau "kalau tidak suka, ya sudah tidak usah ditonton, begitu saja kok repot"? Apa begitu?

Bagaimana Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) tidak dibuat geram? Alih-alih mendukung program pemerintah untuk "Stop Pernikahan Anak", yang ada stasiun televisi itu malah "mendukung" pernikahan di bawah umur.

Sesuatu yang kontraproduktif dengan apa yang tengah diperjuangkan oleh pemerintah. Sinetron itu, bagaimana pun dinilai telah melanggar hak anak karena anak berusia 15 tahun diberikan peran sebagai istri ketiga dan dipoligami.

Dalam cerita sinetron itu, si tokoh utama digambarkan seorang anak perempuan yang masih duduk di bangku SMA. Namun, ia mau tak mau harus menikah dengan Pak Tirta. Dan, sangat disayangkan, konflik keluarga dalam sinetron ini ditayangkan pada jam tayang prime time, yakni pukul 18.00 WIB.

Sebagaimana Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), lembaga penyiaran seharusnya mendukung pemerintah dalam upaya pemenuhan hak anak dan demi kepentingan terbaik anak. Dalam P3SPS juga mengatur larangan untuk anak-anak menjadi pembawa acara atau pengisi program yang disiarkan secara langsung di atas pukul 21.30.

Nyatanya? Hal itu jelas melanggar Undang-undang No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran, dan P3SPS. Bagaimana pun, setiap media dalam menghasilkan produk apapun yang melibatkan anak, seharusnya tetap berprinsip pada pedoman perlindungan anak. Inilah yang mendasari semua upaya perlindungan anak.

Berapa banyak undang-undang yang dilanggar? Selain "melanggar" UU tentang Penyiaran, juga melanggar Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, juga melanggar Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline