Lihat ke Halaman Asli

Pewarisan Nilai Budaya Jepang (Bagian Ketiga)

Diperbarui: 24 Oktober 2021   19:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Dalam tulisan saya terdahulu tentang program training keguruan di Jepang terdapat acara observasi sekolah. Dalam acara tersebut, setiap peserta pelatihan (trainee) diwajibkan melakukan observasi di dua kelas dengan komunitas yang berbeda. Misalnya kelas SD dan SMP atau SMA. 

Sekolah yang saya kunjungi sangat besar, dan menyediakan sekolah dari tingkat TK sampai SMA, sehingga saya tidak perlu melakukan observasi di dua lokasi berbeda untuk mengobservasi kelas 1 dan kelas 10.

Di dalam kelas yang terdiri dari sekitar 40 orang siswa terlihat para siswa mengenakan kostum dalam berbagai model, namun sama dalam warna. Bentuk bangku sengaja didisain untuk satu siswa saja, sehingga siswa tidak dapat mengobrol satu dengan lainnya selama pembelajaran berlangsung. 

Disamping itu, karena bangku-bangkunya tidak terlalu besar dan mudah digeser, maka susunan bangku dapat diubah setiap saat sesuai dengan formasi yang diperlukan. 

Terdapat loker-loker di bagian belakang kelas  untuk menyimpan tas, buku-buku, dan peralatan lain, sehingga di atas dan di dalam laci meja hanya terdapat buku-buku pelajaran yang sedang dipakai. 

Apa bila satu mata pelajaran usai, maka siswa mengganti buku-buku mereka dengan buku pelajaran berikutnya, dan menyimpan buku dari mata pelajaran yang sudah selesai di dalam loker.

Papan tulis yang digunakan di setiap kelas merupakan papan tulis biasa (black board) yang dalam bahasa Jepangnya disebut 'kokuban', dan untuk menulis digunakan kapur tulis. 

Ada peraturan sekolah yang mengharuskan semua orang yang masuk ke area sekolah mengganti sepatu dengan surip, dengan tujuan agar sekolah tidak terkontaminasi oleh debu dari luar yang melekat di sepatu, maka otomatis penggunaan papan tulis menjadi perhatian saya. Pasalnya, semua kapur tulis akan meninggalkan serbuk putih di bawah papan tulis, yang tentunya mengotori ruangan. 

Akan tetapi saya tidak menemukan serbuk dari kapur di bawah papan tulis, maka saya yakin bahwa jenis kapur tulis yang digunakan di Jepang  tidak sama dengan kapur tulis yang digunakan di Indonesia. 

Pada saat kami memasuki ruang kelas, seorang siswa sedang membersihkan papan tulis dengan menggunakan penghapus papan tulis, kemudian dia meletakkan penghapus tersebut ke dalam sebuah mesin penyedot debu yang berbentuk kotak dengan penutup.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline