Lihat ke Halaman Asli

Moh Nur Nawawi

TERVERIFIKASI

Founder Surenesia

Menanti Kebijakan Cantrang

Diperbarui: 1 November 2019   04:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kompas.com

Ketika seorang wanita penjual ikan duduk di kursi, di Pelabuhan perikanan Tegalsari, Tegal, Jawa Tengah yang begitu riuh dan ramai, baskom besar di antara kaki mereka dan sorban diikat elegan di kepala mereka, beberapa menatap ke kejauhan, ke arah cakrawala yang pernah diisi berbagai macam kapal penangkap ikan yang tentunya lebih banyak dari pada saat ini ketika mereka menunggu kapal untuk membeli ikan.

Dari waktu ke waktu seorang penjual ikan membenturkan baja mereka dengan keras, tidak sabar menunggu tangkapan kapal ikan diturunkan dari sampan kayu.

Di seberang lain riuh bergemuruh lebih banyak di isi dengan keluh mengeluh yaitu suara-suara yang terdengar dari para pekerja pengangkut ikan yang sudah dari dulu bekerja di pelabuhan ikan Tegalsari, sebuah paduan suara yang meratapi kekurangan ikan di laut, ikan yang sudah dari dulu mendukung kehidupan generasi nelayan tradisional berskala kecil yang tinggal tidak jauh dari pantai.

Jika dulu ada banyak ikan di sini, sekarang itu semua sudah hilang.

Laut Utara Pulau Jawa adalah salah satu perairan yang banyak dilakukan kegiatan penangkapan di Indonesia, bahkan tingkat penangkapan ikan secara ilegal dan tidak dilaporkan cukup lumayan inggi. Sudah lama para ilmuan memperingatkan akan segera terjadi kehancuran stok ikan di Laut Utara Jawa jika tidak diambil langkah-langkah strategis untuk membatasi penangkapan ikan yang berlebihan.

Di Jawa Tengah terdapat ratusan kapal pukat ikan yang biasa dikenal dengan cantrang, sebuah kapal dengan alat tangkap yang menargetkan ikan- ikan ekonomis tinggi dan sudah dioperasikan oleh nelayan-nelayan pantai utara selama beberapa generasi.

Permasalahan yang muncul alat tangkap cantrang selain menangkpa ikan -- ikan ekonomis dilapangan juga banyak ikan-ikan kecil yang tertangkap oleh alat tangkap ini.

sehingga, secara teori ekologi perikanan hal ini dapat mengganggu populasi ikan-ikan dilaut, ikan-ikan hasil tangkapan cantrang akan terganggu populasinya.

Sebenarnya sejak tahun 1980 sudah ada larangan untuk alat tangkap ini diperairan utara jawa selain permasalahan diatas banyaknya protes dari nelayan lain juga menjadi pertimbangan dikeluarkannya larangan tersebut, tetapi pada kenyataannya mereka tetap mengoperasikan kapal cantrang sampai sekarang, yang berdampak pada mata pencaharian masyarakat nelayan pesisir.

Mengapa pukat dilarang? 

Mengutip dari studi WWF-Indonesia, dinyatakan bahwa hanya sekitar 18-40 persen tangkapan pukat atau cantrang bernilai ekonomis dan dapat dikonsumsi, sisanya sekitar 60-82 persen adalah tangkapan sampingan dan banyak dibuang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline