Lihat ke Halaman Asli

Isme Ramadhan in SD Kristen 1 Hunuth

Diperbarui: 8 Juni 2018   09:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya telah menguraikan tulisan sama, tentang pentingnya membuka hati dan mata dalam kehidupan sosial. Judul tulisannya, saya beri judul agama dan spritualisasi sosial. Lebih lengkapnya bisa dibaca pada halaman IG-ku, yaitu https://www.instagram.com/p/Bi_8ATdHIBI/?utm_source=ig_share_sheet&igshid=1rx8eglxv8dxe.

Seakan menyambung tulisan tersebut, kemarin (7/6) saya diundang oleh keluarga besar SD Kristen 1 Hunuth Ambon, beralamat di jalan Yunus Syaranamual, Desa Hunuth, Kecamatan Teluk Ambon, untuk memberikan siraman rohani Ramadhan kepada seluruh warga sekolah.

Tepat pukul 17.15 WIT, saya tiba di sana. Baru masuk pintu pagar, saya merasakan hawa harmonisasi yang begitu kuat. Begitu saya dipersilahkan memberikan wejangan keutamaan bagi orang-orang berpuasa, wajah-wajah polos para siswa begitu bening, penuh antusias menatap penuh ingin tau. Seketika itu, gas geloraku kunaikkan ke level higth motivation.

Informasi didapat, sekolah ini berdiri tahun 1950. Kini, mempunyai peserta didik berjumlah 111 orang. Tenaga pendidik sebanyak 13 orang. Nah,  ditotalkan adalah 124 orang. Dari total 124 orang, warga sekolah yang beragama Islam berjumlah 17 orang (termasuk guru dan siswa)
Inilah keunikannya. Secara umum, Maluku telah menjadi daerah percontohan kehidupan beragama yang baik. Bahkan, tahun kemarin Myanmar datang untuk melakukan studi banding terkait manajemen kehidupan beragama dalam masyarakat.

Setelah salam, saya bertanya kepada mereka," ana-ana, kanapa katong bakumpul di sini? Ada mengangguk-anggukan kepala, ada yang menatap penuh cemas, ada pula yang malu-malu mengacungkan tangan.

Tak mengapa, dari face baby mereka, saya bisa menangkap pesan baru. "Bahwa Allah, Tuhan sekalian alam telah menciptakan manusia berbeda-beda. Ada Tenggara, Seram, Buru, Lease, Ambon. Ada Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha. Ada rambutnya hitam lurus, rambut pata mayang, rambut kriting. Ada yang berkulit hitam, kulit putih dan sawo matang sera kuning langsat. Itulah sudah takdir bukan piliha. Tugas kita, merawatnya."

Lantas, saya pun bertanya kepada dua orang siswa," Rasya deng Ari dolo parna baku dapa ka seng sebelum skolah di sini? Dong dua geleng kapala." Nah!!! katong bakumpul ini par saling baku kanal. Kira-kira setuju ka seng?" "Applause menggema sebagai jawabannya."

Kurang lebih tiga puluh menit, saya menguraikan pentingnya hidup dalam bingkai persaudaraan, saya merasakan pergumulan jiwa yang begitu penuh cinta kasih. Walau, belum pernah bertemu secara fisik, namun pancaran bola mata mereka, seakan berkata," katong ana-ana Ambon siap hidop deng sapa saja.

Pada akhir sesi, salah satu anak menyapaku," ustad, pulang bae-bae."
"Danke, ade."

Lebih dari itu, setelah buka puasa bersama, sejenak diskusi hangat bersama kepala sekolah, Ibu A. Pattimukay. Sosok perempuan telah memberikanku inspirasi. Kehangatan diksi yang beliau sampaikan, terurai mata air kedamaian yang tulus bermuara dalam hati.

Kata beliau," usia bukan menjadi penghalang bagi seseorang untuk berprestasi. Kalian anak-anak muda harus mengambil peran masa depan dan cita-cita orang tua yang belum tertunaikan."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline