Lihat ke Halaman Asli

Kicau Kacau

Pecinta Bintang

Pejabat Harusnya Jadi Teladan, Bukan Malah Diistimewakan

Diperbarui: 9 September 2019   11:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Kompas.com

 

Perluasan kawasan ganjil-genap mulai diberlakukan hari Senin (9/9) setelah selama satu bulan diuji coba. Secara logika, kebijakan ini tentu dianggap berhasil oleh yang berkepentingan menguji coba dalam uji coba tersebut, makanya kemudian diresmikan. Tapi apa yang sebenarnya berhasil dan siapa yang sebenarnya jadi sasaran atas kebijakan ini?

Dalam berita di Kompas.com (7/9) berjudul "Anies: Pergub Perluasan Ganjil Genap Hanya Merevisi Aturan Saat Asian Games 2018", gubernur mengatakan bahwa tujuan "kebijakan ganjil genap pada dasarnya agar masyarakat menggunakan kendaraan umum". 

Bukan hanya sekali dan bukan hanya gubernur memang yang mengatakan demikian. Intinya masyarakat didorong dengan lebih kuat untuk meninggalkan kendaraan pribadi dan beralih ke kendaraan umum dengan membuat aturan yang lebih banyak. Lalu bagaimana dengan para pejabat? Apakah mereka juga ikut didorong untuk naik kendaraan umum?

Bagi saya, pejabat atau pemimpin adalah teladan bagi yang dipimpin. Ketika hendak membuat orang yang dipimpin melakukan sesuatu maka pemimpin harus memberi teladan dengan melakukannya terlebih dahulu. Mari ambil contoh sebuah masalah yang dalam minggu-minggu belakangan juga menjadi pembicaraan, yaitu Operasi Patuh Jaya 2019. 

Dalam berita di Kompas.com (29/8) berjudul "Operasi Patuh Jaya 2019 Dimulai" dikatakan bahwa salah satu dari 12 jenis pelanggaran yang menjadi target operasi, yang bertujuan "meningkatkan ketertiban dan kepatuhan serta disiplin dari masyarakat, terutama pengguna kendaraan dalam berlalu lintas," adalah "kendaraan bermotor yang memasang rotator dan atau sirene yang bukan peruntukannya."

Kenapa sebagian masyarakat memasang rotator dan atau sirene lalu kini menjadi masalah sehingga harus dirazia? Salah satunya adalah karena mereka melihat teladan yang diberikan oleh para pemimpinnya. 

Setiap hari di jalanan yang macet dan penuh sesak, selalu ada kendaraan "istimewa" yang dengan sirene meraung-raung dan atau rotator yang menyakitkan mata menyerobot kanan dan kiri tanpa mau antre dan tiba-tiba bisa lepas dari kemacetan sendirian. 

Awalnya mungkin hal itu biasa saja. Tapi ketika makin banyak dicontohkan bahwa membunyikan sirene yang menyakitkan telinga dan menyalakan rotator yang menyakitkan mata membuat orang bisa menyerobot antrean seenaknya dan bisa sampai tujuan dengan lebih cepat maka jangan salahkan ketika banyak orang mengikuti teladan itu dengan memasangnya sendiri. Siapa sih yang ingin terjebak dalam kemacetan? Siapa sih yang tidak ingin sampai tujuan dengan lebih cepat?

Saya tentu tidak sedang membicarakan kendaraan yang memang dalam keadaan darurat seperti ambulans, pemadam kebakaran, atau kendaraan yang dalam kedaruratan lain. Yang saya bicarakan adalah kendaraan-kendaraan "istimewa" yang memakai keistimewaannya hanya demi kepentingannya sendiri.

Dari contoh di atas bisa diambil pelajaran bahwa salah satu cara membuat masyarakat beralih ke kendaraan umum dengan gembira adalah dengan memberi teladan. Mulailah para pejabat, para pemimpin, meninggalkan kendaraan "istimewa" dan beralih ke kendaraan umum. Tentu bukan saat peresmian saja, tapi juga sehari-hari. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline