Lihat ke Halaman Asli

Ujian Tasawuf di Al-Azhar, Tawasul dan Kekuasaan Tuhan

Diperbarui: 14 Juni 2019   20:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto by Ustadz Nida

Alhamdulillah, disengatan musim panas ini, saya merasa bahagia setelah keluar dari ruangan ujian. Hari ini adalah  ujian  Tasawuf mata kuliah ketiga setelah ramadhan dari sembilan mata kuliah yang diujikan dari pihak universitas. Yang diujikan hari ini dari pihak kuliah menurut teman-teman sulit dan rumit dari segi kaidah dan bahasa penulis. Yaitu kaidah Tasawuf Syeh Ahmad Zarruq dan Syarah dari Prof. Dr. Ahmad Taha Hubaisy. 

Tasawuf dikenal juga dengan sebutan Sufisme adalah suatu disiplin ilmu untuk mengenal, mengatahui, dan mencari jalan untuk menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, serta melatih diri untuk membangun dzahir dan bathin demi memperoleh kebahagiaan abadi.

Harus saya akui bahwa selain sulit dan rumit, materi mata kuliah ini memang cukup banyak. Tadi malam saya sudah merasa putus asa dan memilih untuk melakukan kegiatan yang lain iseng-iseng baca buku yang terasa lebih ringan. Karena semakin lama semakin pusing, Akhirnya saya memutuskan untuk baring.

Biasanya jika di musim ujian saya tidak pernah menargetkan baca mata kuliah sampai tamat lebih dari tiga kali, sudah hapal atau tidaknya(tapi harus paham) mata kuliah itu jika sudah tiga kali tidak usah diulang lagi. Terkadang saya merasakan kenikmatan sendiri berada di ruangan yang isinya hanya saya dan buku-buku baik itu untuk menulis, menikmati merangkai kata, menikmati berpikir. Ada banyak kenikmatan dalam menyendiri (Ikhtila')  seperti Gua Hira hehe.

Hingga menjelang subuh saya memutuskan untuk membaca mata kuliah hingga detik masuk ujian, Ketika jam sudah menunjukkan pukul  sepuluh dan lembar jawaban sudah mulai dibagikan ke seluruh peserta ujian. Sebagai orang beragama islam saya percaya adanya keberkahan dan pertolongan Allah dalam ujian.

Ketika seseorang berada dalam kesulitan pasti akan menyandarkan dirinya kepada Allah SWT. Sebelum menjawab soal, saya membaca Al-fatihah untuk guru-guru saya di As'adiyah dan Pesantren Al-ikhlas Ujung serta seluruh keluarga dan kerabat. Di samping saya juga meminta doa kepada salah seorang wali yang biasa saya berziarah ke tempatnya.

Apa yang saya lakukan ini dalam islam disebut dengan Tawasul, Yakni meminta kepada Tuhan melalui perantaraan  (al-wasilah). Baik itu perantaraanya melalui amal saleh ataupun Nabi dan Para Auliya.

Dalil yang dikutip sebagai dasar Tawasul ada dalam sejumlah hadis dan pengamalan sahabat, hingga saat ini Tawasul terus saja berkembang.

Jika anda penganut Wahabi atau terkena virus Wahabi, anda akan kepanasan dengan kata Tawasul ini. Tapi saya ingin mengatakan bahwa Tawasul adalah sifat kerendah hatian seorang hamba yang penuh dosa untuk menghubungkan dirinya kepada Allah SWT.

Jadi, jelas bahwa bertawasul tidak ada unsur kemusyrikan. Karena yang kita jadikan penghubung adalah orang-orang saleh dan orang-orang pilihan bukan berhala dan bukan pula jin dan iblis.

Setelah saya mengamalkan Tawasul itu dan membaca soal ternyata saya diberikan kemudahan  untuk menjawab soal. Walaupun diakhir-akhir waktu ujian pada saat menjawab soal itu terbetik rasa kurang baik karena mendengar seorang kulit putih(mungkin orang Amerika)  dibelakang bangku saya merasa susah untuk menjawab soal. Terbetik di hati saya ucap pada orang itu makanya belajar dan jangan lupa baca shalawat serta bertawassul.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline