Lihat ke Halaman Asli

Berani Bayar Berapa?

Diperbarui: 17 Januari 2021   14:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

cermati.com

Sebagai seorang yang baru saja lulus kuliah atau fresh graduete saya kembali ke tanah kelahiran untuk mendedikasikan ilmu yang saya dapat di perguruan tinggi di luar kota. Saya mengambil program studi pendidikan dan mengambil jurusan sebagai guru matematika. 

Dengan semangat baru saya beranikan diri untuk mengirimkan lamaran pekerjaan yang sudah saya buat semalaman untuk melamar pekerjaan sebagai guru matematika di sekolah sekitar rumah dengan mengucap "bismillah" saya langkahkan kaki menuju gerbang sekolah dan kebetulan ada seorang bapak-bapak yang sedang berdiri di depan ruangan.

"Permisi..,"

"Ada perlu apa, mbak?" 

"Mau melamar pekerjaan sebagai guru matematika," ucap saya sembari sedikit gemetar.

"Letakkan saja di atas meja mba, nanti saya beritau kepala sekolahnya."

"Terimakasih," 

Dari semua sekolah yang saya lamar, sampai dua hari ini belum juga ada kepastian. Dari sini saya mengerti untuk menolak lamaran pekerjaan mungkin dengan cara halusnya demikian meletakkan lamaran diatas meja. Usaha saya tidak cukup sampai disitu, saya beranikan diri untuk menghubungi bapak kepala sekolah sewaktu saya menjadi mahasiswi magang di sekolah tersebut. 

"Permisi, apakah di sekolah bapak ada lowongan guru matematika?"

Beberapa lama kemudian isi balasan pesan itu mengatakan "Jaman sekarang untuk melamar pekerjaan itu tidak ada yang gratis semuanya harus berbayar, apalagi mau jadi guru."

Sore harinya ibu meminta saya untuk mengantarkannya kerumah mertua yakni nenek saya. Di sela-sela obrolannya ibu menyambungkan obrolan mengenai kondisi saya yang sedang mencari kerja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline