Sejak awal konflik Suriah pada tahun 2011, Rusia sebagai sekutu penting bagi Suriah telah mendukung pemerintah Assad untuk mempertahankan rezim Assad. Rusia telah bertindak sebagai pendukung langsung rezim Assad melalui bantuan non militer, melalui bantuan ekonomi dan militer dalam bentuk kerjasama militer.
Namun setelah jatuhnya kota Aleppo, yang telah mewakili koalisi besar pasukan pro-rezim sejak intervensi militer Rusia pada September 2015, Rusia telah mengubah kebijakan luar negerinya dalam konflik Suriah. Rusia dengan cepat mengadakan pertemuan tripartit di Moskow yang melibatkan Turki dan Iran untuk menyepakati prinsip-prinsip perdamaian yang dikenal sebagai Deklarasi Moskow. Dari sudut pandang militer, Rusia telah memotong sejumlah besar peralatan militer dan pasukan di Suriah
Sebuah revolusi yang menganggu stabilitas politik di negara-negara kawasan Timur Tengah sejak awal tahun 2011 dikenal dengan Arab Spring. Peristiwa yang mengakibatkan runtuhnya banyak rezim berkuasa ini berawal dari Tunisia, kemudian menyebar ke Yordania, Mesir, Aljazair, Yaman, Bahrain, Libya dan Suriah.
Konflik Suriah yang dimulai dengan aksi demontrasi bertujuan untuk menurunkan rezim Bashar al-Assad yang ,berujung pada konflik bersenjata antara kelompok pemberontak (Free Syrian Army dan Syrian National Council/Coalition) dan pemerintah Suriah. Konflik Suriah memasuki tahun ke-6 dan menjadi lebih kompleks karena lebih banyak negara terlibat dan didasarkan pada kepentingan nasional mereka sendiri.Dua negara yang menentang rezim Bashar al-Assad, yaitu Amerika Serikat dan Turki. Di sisi lain, rezim Bashar al-Assad memiliki tiga negara: Rusia, Cina, dan Iran.
Dari ketiga negara tersebut, Rusia yang paling aktif mendukung rezim Bashar al-Assad. Keterlibatan Rusia di Suriah tidak terlepas dari kepentingan nasionalnyadi Suriah aspek militer, Rusia ingin tetap mempertahankan pangkalan militer Rusia yang terletak di pelabuhan Tartus sebagai satu-satunya pangkalan Angkatan Laut Rusia di kawasan Timur Tengah dan Mediterania. Sementara dari sisi politik, Suriah menempati posisi strategis melawan pengaruh Rusia yang semakin besar di Timur Tengah., Suriah adalah salah satu pasar terbesar Rusia di Timur Tengah, terutama untuk penjualan senjata.
Rusia telah memberikan dukungan yang luas terhadap rezim Bashar al-Assad, baik secara militer maupun non-militer. Dari tahun 2011-2015, Rusiatelah empat kali menjatuhkan veto terhadap rancangan resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB terkait Suriah. Menurut Rusia, resolusi Dewan Keamanan PBB yang menangani konflik Suriah akan membuka peluang bagi pihak asing untuk campur tangan dalam konflik, yang akan melanggar kedaulatan Suriah.
Selanjutnya, Rusia menyalurkan bantuan keuangan melalui pinjaman uang dan layanan perbankan Rusia terhadap pemerintah Suriah. Rusia tidak hanya memberikan dukungan non-militer, tetapi juga dukungan militer dalam bentuk kerjasama militer kepada rezim Assad. Secara konsisten, Rusia juga telah menolak mendukung sanksi sepihak yang diberikan oleh Amerika Serikat, Uni Eropa dan Liga Arab untuk menerapkan embargo senjata dan sanksi ekonomi
Konflik Suriah yang terjadi sejak tahun 2011 hingga kini semakin rumit dikarenakan semakin banyaknya negara lain yang terlibat dalam konflik tersebut. Rusia sebagai sekutu utama Suriah di Kawasan Timur Tengah telah bertindak dan mengarahkan politik luar negerinya menjadi direct supporter terhadap rezim Bashar al-Assad sejak konflik Suriah bergejolak pada tahun 2011 melalui dukungan non-militer dan militer.
Dalam bentuk dukungan non-militer, Rusia menggunakan hak vetonya untuk menggagalkan resolusi kritis Dewan Keamanan (DK) PBB terhadap rezim Bashar al-Assad.Dari tahun 2011 hingga 2015, Rusia telah empat kali menjatuhkan veto terhadap draft rancangan resolusi DK PBB terkait Suriah.
Selanjutnya, Rusia memberikan bantuan ekonomi berupa pinjaman uang dan akses layanan perbankan Rusia terhadap rezim Bashar al-Assad. Sementara dalam bentuk dukungan militer, Rusia telah menjalin kerjasama bilateral dengan Suriah dibidang militer. Hubungan kerjasama militer tersebut ditandai dengan adanya kontrak senjata antara kedua negara yang bernilai miliaran dollar, pasokan persenjataan dan peralatan militer Rusia terhadap rezim Bashar al-Assad, pengiriman pasukan dan penasihat militer Rusia ke Suriah serta perluasan basis militer di dekat bandara Hmeimim, provinsi Latakia, Suriah.
Akan tetapi, setelah koalisi besar antara pasukan pemerintah Suriah dan militer Rusia berhasil merebut kota Aleppo dan mengeluarkan kelompok oposisi dari wilayah tersebut pada akhir tahun 2016, pola dari bentuk politik luar negeri Rusia terhadap Suriah berubah. Darisegi non-militer, Rusia bersama dengan Turki dan Iran segera mengadakan pertemuan tripartit untuk membahas solusi damai di Suriah. Dalam konferensi tersebut, ketiga negara berhasil menyepakati sebuah perjanjian damai yang disebut Deklarasi Moskow yang berisikan kerangka kerja untuk mengakhiri konflik di Suriah melalui upaya perluasan gencatan senjata.