Lihat ke Halaman Asli

Hukum Gantung sampai Mati ala Maklumat Markas Besar Umum (1945)

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13311065021438802919

 

Vonis hukuman mati pun di Indonesia bisa bertele-tele eksekusinya --- adakah permainan suap di situ ? Mungkin saja !

 

Penegakan hukum di Indonesia sudah demikian bobroknya --- Polisi, Jaksa, Hakim, Pengacara, Panitera, Jajaran Kehakiman --- semuanya bisa ‘di-mainkan’ (mengenang ungkapan Wapres Adam Malik, almarhum).

 

Penjahat narkotik, sipir penjara dan atasannya dapat dibina menjadi ‘channel of distribution’ narkotik. Dari dalam Lapas !

 

Para Hakim Tipikor atau pun di Lembaga kehakiman lainnya --- seperti kehilangan hati nurani dan rasa keadilan, dalam memutuskan hukuman ringan bagi para Koruptor, pengkhianat bangsa ( tetapi aparat penegak hukum tega menahan, merekayasa, menghakimi sampai memvonis-sesatkan Rakyat Jelata dalam kasus enteng dan  remeh-temeh).

 

 

Sebelum terjadi Revolusi Sosial kontemporer --- ingatlah Revolusi Sosial pernah terjadi di Jawa dan Sumatera sekitar awal 1946 --- tanda-tandanya mirip suasana krisis Rasa Keadilan saat ini.

 

 

Kepala staf Umum TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Letnan Jenderal Urip Sumoharjo menyiarkan Maklumat Markas Besar Umum pada tanggal 31 Oktober 1945 --- dengan berbagai konsiderans kegentingan penegakkan hukum, dikeluarkan Instruksi Pengadilan Tentara.

 

Dikutipkan : “Berhubung dengan gentingnya keadaan pada masa ini ……………………………. Sebelum ada pengadilan tentara yang tertentu, sebagai berikut ………….. Undang-undang Tentara………… Peraturan sementara ……………..”

 

Pasal 1 sampai 3 tidak dikutip --- berikut Pasal 4 yang secara spontan pasti membuat kita, Bangsa Indonesia --- apa pun status, pangkat, dan jabatannya --- pasti ngeri melakukan Tindak Pidana Korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

 

Kutipan ………………..” …………Pasal 4.  Hukuman yang dapat dijatuhkan kepada siapa yang disalahkan atau dasar syarat-syarat yang syah sebagai berikut :

 

a) hukum mati dengan cara gantung, dipotong lehernya atau ditembak.

 

b) hukum penjara dengan kerja-paksa lamanya dari sedikitnya satu hari sampai selama hidup

 

c) hukuman tahanan sedikitnya satu hari dan setingginya 3 bulan lamanya

 

d) hukuman denda serendah-rendahnya f 10,-  setinggi-tingginya f 10.000,- yang jika tidak bayar diganti dengan hukuman tahanan setinggi-tingginya tiga bulan lamanya.

 

Pasal 5 -7 tidak dikutip.

 

 

 

Yang sangat efektif untuk mencegah Calon Koruptor, dan lain-lain; juga Penegak Hukum dan Aparat Kehakiman melakukan Tindak Pidana Korupsi, Suap-Sogok dan sejenisnya --- termasuk penyalah gunaan Wewenang --- adalah Pasal 1 butir a) dan b) ---  yang lain bisa dikembangkan dan di-kurs sesuai jaman kontemporer.

 

 

Kalau hanya dengan mentolerir vonis penegakan hukum yang diprakekkan saat ini --- Negeri ini pelan-pelan tetapi pasti --- mengundang bala, yang namanya Revolusi Sosial.

 

 

 

Sudah ratusan peristiwa goncangan dan krisis selama masa Kemerdekaan --- bisa terjadi peristiwa yang lebih dahsyat dari Gestapu/PKI Oktober 1965 dan Gerakan Reformasi Mei 1998, ketika Krisis Moneter berubah menjadi Krisis Multi-dimensi.

 

 

 

(Bahan bacaan --- Sekitar Perang Kemerdekaan INDONESIA jilid  2/11,  DR. A.H. Nasution, Penerbit ANGKASA Bandung, DISJARAH-AD, 1977)

 

[MWA] (Polhankamnet-07)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline