Lihat ke Halaman Asli

Musni Umar

TERVERIFIKASI

Konflik Sosial dan Partisipasi dalam Pembangunan

Diperbarui: 1 Desember 2015   09:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konflik sosial di berbagai daerah di seluruh Indonesia sangat sering terjadi. Belum kering dari ingatan kita tentang konflik di Lumajang antar pendukung dan anti tambang pasir besi yang sempat merenggut nyawa dan menjadi isu nasional, muncul lagi konflik di Banyuwangi yang tidak kalah dahsyatnya karena ribuan masyarakat mengamuk dan membakar berbagai aset PT Bumi Suksesindo, perusahaan pertambangan emas yang mendapat izin usaha pertambangan (IUP) untuk mengeksplorasi emas di Pulau Merah, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Bayuwangi.

Konflik di berbagai daerah antara warga dengan pengusaha yang didukung oleh pemerintah daerah, petugas kepolisian dan tentara, bagaikan puncak gunung, yang sebenarnya sangat banyak, yang tercermin dari mencuatnya beberapa kasus yang menjadi pusat pemberitaan media di tingkat nasional.

Konflik semacam itu, saya kategorikan sebagai konflik vertikal yaitu konflik antara warga dengan pemerintah. Dalam realitas, konflik yang terjadi di berbagai daerah adalah konflik antara warga dengan pengusaha, tetapi hakikatnya adalah konflik antarawarga dengan pemerintah yang memberi izin usaha pertambangan (IUP) kepada pengusaha swasta atau asing.

Selain itu, marak pula konflik horizontal yaitu konflik antara warga dengan warga yang lain, termasuk konflik antara pelajar dan mahasiswa.

Di DKI Jakarta, konflik vertikal antara pemerintah dengan warga masyarakat tidak terjadi. Namun yang sering terjadi adalah konflik antar warga masyarakat. Konflik antar warga masyarakat sangat sering terjadi dan tidak pernah bisa diatasi dan diselesaikan secara permanen.

Penyebab Konflik

Penyebab konflik vertikal dan horizontal, dapat dibagi tiga bagian. Pertama, konflik ekonomi. Mayoritas konflik yang terjadi di Indonesia adalah konflik ekonomi. Kasus Lumajang dan Banyuwangi merupakan contah kasus tentang konflik ekonomi.

Rakyat yang berada dilingkungan tempat eksplorasi tambang, tidak mendapat apa-apa dari hasil penambangan kekayaan alam mereka.

Begitu pula kasus PT Freeport Indonesia yang mendapat sorotan publik dengan pemberitaan media yang luar biasa besar. Kasus tersebut masih bergulir di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada hakikatnya adalah konflik ekonomi, tidak hanya konflik antara warga dengan PT Freeport Indonesia, tetapi telah melibatkan Setya Novanto, Ketua DPR RI yang diduga mencatut nama Presiden dan Wapres untuk meminta saham dengan imbalan akan memuluskan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia yang akan berakhir tahun 2021.

Kedua, konflik politik. Menjelang pemilukada, pada saat dan pasca pencoblosan pemilukada serentak tanggal 9 Desember 2015, berpotensi terjadinya konflik politik antara para pendukung calon kepala daerah. Oleh karena pemilukada dilakukan di berbagai daerah, massa tidak terkonsentrasi di suatu tempat, maka diyakini konflik politik dari pemilukada bisa diatasi dengan baik.

Ketiga, konflik sosial juga sangat sering terjadi di masyarakat. Temuan hasil penelitian saya di di kecamatan Johor Baru dan kecamatan Tambora serta social mapping di kelurahan Jatinegara, Cipinang Besar utara, Utan kayu Utara dan Cakung Barat DKI Jakarta dalam rangka pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRa) bahwa konflik sosial pada umumnya terjadi di kawasan padat dan kumuh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline