Lihat ke Halaman Asli

Mujahid Zulfadli AR

terus berupaya men-"jadi" Indonesia |

"Orang-orang Biasa", Mereka Bodoh tapi Gembira

Diperbarui: 21 Agustus 2019   19:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku Orang-orang Biasa karya Andrea Hirata (dok.pribadi)

"Ada orang-orang yang memang dilahirkan ke muka bumi ini untuk termangu-mangu memikirkan hidup yang sulit. Sepanjang hari mereka membanting tulang, bersimbah keringat, terbirit-birit mencari nafkah, utang di mana-mana, masalah tak perai-perai, keperluan tak terlerai. Mereka adalah sepuluh sekawan itu" | Andrea Hirata

Sesungguhnya, 'Orang-Orang Biasa' menyisakan selubung pertanyaan filosofis. Tapi dibiarkannya kita terpingkal-pingkal dalam pusaran rencana perampokan yang tak masuk akal dari sepuluh berkawan. 

Tingkah dan tutur mereka tak henti menyinggahkan gelak. Kita lalu menarik simpulan ini hanyalah kisah jenaka. Bertabur kalimat puitik dari orang-orang Melayu Belantik.

Lucu sekaligus tragis. Perampokan itu mulanya demi uang masuk Fakultas Kedokteran untuk Aini, anak kawan mereka yang miskin sekaligus pintar tiada bandingan. Terbuai kita terbawa aliran cerita heroik. Sebelum menyentuh titik terjauh, kita tidak sadar membalik halaman terakhir, sejumlah keanehan tetap tidak terjawab.

***

(Barangkali) seluruh tema buah karya Andrea Hirata yang bermula di Sungai Linggang, juga akan bermuara di situ. Di tanah kelahirannya, Belantik. Penulis mengaku tidak memiliki pilihan lebih baik dari kehidupan di kelokan Sungai Linggang. 

Dengan mantap, ia akan terus menuliskan kisah mereka; orang-orang biasa dari tanah kelahirannya. Semenjak Laskar Pelangi hingga Sirkus Pohon, "belantara petualangan" Andrea tak lepas-lepas dari Belantik.

Sepertinya Sungai Linggang yang selalu dikisahkan dramatis itu, punya labirin kisah yang tidak habis-habis. Meminjam istilah penulis, semenjak dangdut masih bernama Irama Melajoe hingga sekarang, tempat itu begitu romantik. 

Bukan karena orkes dangdut masih bertahan, tapi kota ini naif dengan perasaan utopis yang tidak kenal ampun. Nyaris tanpa kejahatan dan kekerasan. Setenang permukaannya. Barangkali seperti Pidi Baiq memperlakukan Bandung "bukan cuma masalah geografis"

"Belantik adalah kota ukuran sedang paling aman dan paling naif di seluruh dunia ini. Suatu kota di pinggir laut yang penduduknya telah lupa bagaimana cara berbuat jahat"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline