Mohon tunggu...
Mujahid Zulfadli AR
Mujahid Zulfadli AR Mohon Tunggu... Guru - terus berupaya men-"jadi" Indonesia |

an enthusiast blogger, volunteer, and mathematics teacher | https://mujahidzulfadli.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

"Orang-orang Biasa", Mereka Bodoh tapi Gembira

20 Agustus 2019   15:58 Diperbarui: 21 Agustus 2019   19:09 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Orang-orang Biasa karya Andrea Hirata (dok.pribadi)

Kali ini berbeda. "Orang-Orang Biasa" menawarkan klimaks dan antiklimaks kenormalan hidup sehari-hari warga Belantik. Andrea menciptakan pusaran mematikan dalam ketenangan Sungai Linggang. Pemantik itu berupa sebuah tindak kejahatan. Ia menyelipkan proses distopia. Sebuah kejahatan (yang ditunggu-tunggu sekian lama) kota itu akhirnya tiba.

Dua penghuni tetap kantor polisi, Inspektur Abdul Rojali dan Sersan P. Arbi, terlonjak dan bersemangat. Keduanya akan melihat perubahan dalam papan statistik kejahatan yang rapi tertulis kapur. Bukan hanya satu, tapi tiga. Ada perampokan bersenjata, dan ada pula cyber crime. Semua dikisahkan.

Kesepuluh tokoh utama itu akan merampok bank. Kemiskinan yang berbalut ketidakbecusan para karakter yang diciptakannya, pembaca akan gemas berkali-kali. Rencana yang puluhan kali dirapatkan, namun tak kunjung beres. 

Walhasil semakin kacau. Seluruh perencanaan itu dikisahkan secara jenaka dengan meninggalkan kesan acak, berantakan, dan tidak terarah.

Bersepuluh Mereka Berkawan

Mereka bersepuluh. Debut, Handai, Tohirin, Honorun, Sobri, Rusip, Salud, Nihe, Dinah, dan Junilah. Bukan main banyaknya karakter yang harus tercipta dan terimajinasikan. Satu atau dua pun penulis mungkin sudah limbung. Tapi ini sepuluh. Kedua belah tangan harus diangkat sebelum habis dihitung. Pembaca mungkin akan salah mengira atau paling tidak bertukar karakter.

Rusip memimpin usaha klining servis. Nasib usahanya tunduk pada pekerjaan sisa-sisa. Kompetitornya yang lebih besar dan berkualitas menerima semua order bersih-bersih yang lebih layak. Nihe dan Junilah bertindak sebagai teman sekaligus karyawan selalu gagal ia pecat atas nama pertemanan.

Handai, dinamai begitu karena suka berandai-andai, paling suka memotivasi orang, walau tak kunjung dapat panggilan. Honorun, namanya seperti doa ibu, berakhir sebagai guru honorer mata pelajaran Olahraga.

Sobri menyopiri mobil tangki septik, sementara Salud, berakhir sebagai tukang gali sumur dan kuburan. Tohirin bekerja mengangkat apapun yang bisa diangkat di pelabuhan: kuli panggul. 

Debut yang sok idealis cuma bisa menjadi pemilik toko buku yang tidak laku-laku. Sudah habis masanya orang ke toko buku. Penghuni bantaran Sungai Linggang kini lebih senang membaca lewat hape. Semakian ia memaksa jadi ideal, semakin melarat pula hidupnya.

Satu kesamaan yang mengumpulkan mereka. Penghuni bangku paling belakang di kelas semenjak kelas satu SMA. Bersepuluh mereka membentuk perkumpulan dengan kecenderung yang aneh: malas, IQ pandai, pesimistis, dan selalu gagal dalam pelajaran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun