Lihat ke Halaman Asli

Mohammad Rafi Azzamy

Seorang Pelajar

Ruang Akademisi Nasional Hari Ini: Mengutamakan Gelar Ketimbang Nalar

Diperbarui: 15 September 2020   20:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Sumber: Pixabay/Cparks)

Membicarakan soal akademisi, agak-agaknya teringat terhadap sekolah Plato yang bernama Academia. Plato membuatnya dengan tujuan agar manusia dapat bernalar ria dan melek terhadap ilmu pengetahuan dunia.

Menariknya, Plato tak mempunyai gelar sama sekali semasa hidupnya. Gak ada di sejarah manapun nama Plato bertulis: Prof. Dr. Plato, M.Sc.... ataupun sebagaimana mestinya. Terlihat anekdot memang, ketika saya menganologikan demikian.

Tapi ini menarik. Sejarah kembali mengingatkan kita bahwa tanpa gelar, manusia masih dapat menyumbang nalarnya ke dalam ruang pikiran dunia. Gelar sendiri agak-agaknya mungkin muncul pertama-kali ketika berdiri universitas yang ingin memformalkan sarjananya, atau mungkin bisa dibilang buat estetis aja hehe.

Mengapa saya memilih topik ini adalah kekhawatiran pribadi semenjak dulu di forum diskusi nasional, orang-orang yang katanya pintar (beberapa di antarannya) saya lihat gelar yang lebih ditonjolkan ketimbang nalar.

Beberapa waktu lalu, kita dihebohkan oleh salah satu media diskusi para akademisi, di mana ketika si A (saya tak sebut orangnya) memaparkan argumennya, lalu si B (saya juga menjaga aib orang) justru membalasnya dengan sedikit argumen yang dibanyakkan oleh gelar yang katanya guru besar.

Fenomena seperti ini adalah bentuk matinya kepakaran (dijelaskan oleh buku Tom Nichols) dan hidupnya pergelaran. Lalu hal itu akan menjadi pukulan keras terhadap harga diri pikiran di panggung penalaran. Mengapa demikian? 

Saya tak bermaksud untuk menyudutkan orang-orang bergelar, tentunya itu wajar sebagai apresiasi karena telah menyelesaikan jenjang pendidikan formal. Yang saya kritisi keras adalah orang yang sering menggunakan gelar ketimbang nalar, semata-mata untuk beradu di dalam ruang diskursus akademis.

Sumber gambar: dok. pribadi

Mungkin bisa saya jelaskan dulu kegunaan gelar dalam kehidupan sehari-hari, sebelum kita lanjut kedalam pembahasan yang lebih mendalam. 

Pierre Bourdieu (1930 - 2002) seorang filsuf Perancis, menjelaskan bagaimana bisa setiap perilaku, perbuatan, sebutan, dan sebagainya (milik manusia), disukai dan dimanfaatkan oleh umat manusia. Hal itu ia masukkan ke dalam konsep bernama modal. Ada modal ekonomi, modal sosial, dan modal kultural.

Saya takkan menguraikan apa yang disebut modal ekonomi (karena pembaca mungkin sudah paham), yang akan saya singgung adalah modal sosial dan modal kultural sahaja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline