Lihat ke Halaman Asli

Muh Arbain Mahmud

Perimba Autis - Altruis, Pejalan Ekoteologi Nusantara : mendaras Ayat-Ayat Semesta

Etika Lingkungan dalam Islam (Filosofi Pohon Perpektif Perimba)

Diperbarui: 18 April 2020   11:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ritual Paca Goya merupakan rangkaian ritual adat, biasa diadakan usai panen cengkih dan pala. Paca goya dalam bahasa Tidore, berarti membersihkan tempat keramat. Dalam pelaksanaannya, warga menghentikan aktivitas selama tiga hari. Mereka tidak ke kebun, tidak berdagang atau melakukan pekerjaan apa pun. Paca Goya lebih mirip dengan perayaan Nyepi di Bali (https://www.infobudaya.net/2018/03/)

"Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya" (QS.55/al-Rahman:6)

"Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun" (QS.27/al-Isra':44)

FILSAFAT LINGKUNGAN HIDUP : SEBUAH AKAR

Pembahasan mengenai alam semesta dalam filsafat sudah ada sejak dahulu, yakni sejak filsafat muncul di Yunani dan berkembang sampai masuk ke dunia Islam. Dalam sejarah pemikiran Islam, terdapat kesepakatan di kalangan ilmuwan bahwa Tuhan/Allah adalah Pencipta (Khalik) dan alam semesta ini adalah ciptaan (makhluk).

Manusia secara real merupakan bagian dari alam tetapi berbeda secara substansial dengan alam. Filsafat alam dalam Islam tak lepas dari hubungan sirkularitas Tuhan-alam-manusia yang sangat erat dan sulit dipisahkan, tetapi ketiganya pun dapat dibedakan.

Dari hubungan sirkular ini memunculkan fenomena alam dan manusia yang beraneka ragam bentuk, jenis warna, kualitas, kuantitas, ruang dan waktunya.

Menurut Al-Ghazali, dalam dunia keilmuan, hubungan ketiga terma di atas (Tuhan-alam-manusia) memunculkan 4 (empat) golongan pengkaji kebenaran, yaitu: ahli ilmu kalam, golongan bathiniyah, kaum filosof, dan golongan sufi [1]. Menurut ahli ilmu kalam, Tuhan adalah Pencipta manusia didasarkan pada keyakinan, tanpa perlu menyelidiki bagaimana proses penciptaan tersebut.

Golongan bathiniyah lebih ekstrim, hakikat penciptaan manusia adalah sesuai dengan yang disampaikan oleh sang guru (yang dianggap ma'shum atau bebas dari cela) sebagai sebuah kebenaran yang tidak diragukan lagi sehingga tidak perlu merujuk ke dasar-dasar al-Qur'an atau al-Sunnah.

Kaum filosof berpendapat, penciptaan jenis manusia (khususnya Adam-Hawa) adalah melalui emanasi, sedangkan manusia kedua dan seterusnya adalah melalui adanya zygote (bertemunya sel telur dan sperma), sebagaimana dipahami dewasa ini.

Terakhir, para sufi menyatakan, penciptaan manusia oleh Tuhan dengan cara mengeluarkan bentuk (copy) diri Tuhan dari yang tiada. Artinya, manusia diciptakan Tuhan melalui proses pengeluaran sebuah bentuk, atau copy dari Diri Tuhan (shurah min nafsih).

Dalam memahami kejadian alam, terdapat dua pandangan di antara para filosof Muslim. Pertama, alam diciptakan oleh Tuhan dengan cara tidak langsung dari sesuatu bahan yang telah ada (al-maddat al-'ula), sehingga alam disebut makluk kadim, tidak berpermulaan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline