Lihat ke Halaman Asli

Syukri Muhammad Syukri

TERVERIFIKASI

Menulis untuk berbagi

Mengatur Belanja Bulanan dalam 31 Amplop

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13487146612089606558

[caption id="attachment_208240" align="aligncenter" width="640" caption="Belanja yang dialokasikan dalam amplop bertanggal 27 sebesar Rp. 25 ribu, maka menu hari ini barangkali hanya sayuran dan sisa ikan kemarin."][/caption] Sebenarnya, bagi warga di Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah, urusan waspada dan berhemat sudah diatur dalam sebuah sistem kearifan lokal. Pengaturan itu disosialisasikan dengan menuliskan kalimat “keramat” itu disejumlah buku, ditempat-tempat umum atau balai-balai pertemuan. Apa gerangan bunyi kalimat “keramat” itu? Bunyinya adalah: “Inget-inget sebelum kona, hemat jimet tengah ara.” Kalimat “keramat” itu bermakna bahwa kita harus selalu waspada dan hati-hati sebelum terjadi sesuatu, dan kita harus berhemat ketika masih ada uang (bahan pangan). Maknanya sangat dalam. Apabila maknanya dibalik, kira-kira maksudnya: kalau sudah terjadi kecelakaan (suatu peristiwa) tidak ada gunanya lagi hati-hati, dan kalau uang sudah habis tidak ada gunanya lagi berhemat. Sayangnya, kalimat "keramat" itu kini hanya menjadi sekumpulan huruf yang tak bermakna. Lebih-lebih setelah masuknya pengaruh globalisasi melalui media televisi yang makin jauh sampai menembus ke jantung daerah terisolir, maka gaya hidup masyarakat juga berubah. Misalnya, mereka mulai mengenal handphone keluaran terbaru, pakaian yang modis, kenderaan terbaru dan berbagai produk mewah lainnya. Akhirnya iklan-iklan itu menjadi wabah konsumerisme, alhasil falsafah “hemat jimet tengah ara” makin tergerus zaman. Sebagai karyawan biasa dengan penghasilan “cukup makan” sangat merasakan dampak dari wabah konsumerisme itu. Begitu muncul iklan tentang produk terbaru di televisi, semua anggota keluarga pada “ngiler” ingin segera membeli produk itu. Ironisnya, begitu menerima upah bulanan, uang itu terus mengalir ke toko-toko yang menjual produk mewah itu. Belum sampai bulan berikutnya, persediaan belanja rumah tangga sudah terkuras semuanya. Pada akhirnya, saya terpaksa berhutang kebutuhan pokok kepada para pedagang langganan. Kapok dengan kondisi itu, saya nekad membuat program “31 amplop.” Program ini dimaksudkan untuk mengatur belanja bahan pokok harian untuk jangka waktu sebulan ke depan. Untuk itu, saya menyiapkan 31 lembar amplop yang disetiap amplopnya saya tulis dari tanggal 1 sampai tanggal 31. Nantinya, dalam setiap amplop diisi uang dengan nilai nominal yang bervariasi. Kami sudah sepakat, untuk membeli lauk pauk pada tanggal 1 harus diambil dari amplop nomor 1, untuk tanggal 2 dari amplop nomor 2 dan seterusnya. Bagaimana mengatur jumlah uang yang diisi dalam 31 amplop itu? Setelah menerima upah (gaji) bulanan, pertama sekali yang harus dikeluarkan adalah biaya untuk tagihan kredit rumah, air, listrik, telepon (pulsa), BBM, uang jajan anak-anak, biaya sekolah, harga beras untuk sebulan, dan saving untuk kebutuhan darurat. Kemudian, sisa dari kebutuhan utama itu menjadi belanja bulanan atau belanja lauk pauk. Belanja bulanan dimaksudkan untuk membeli kebutuhan harian atau tepatnya urusan dapur. Dalam amplop tanggal 1 terkadang saya isi Rp.50 ribu, ini artinya menu makan pada hari itu dapat berbentuk ikan basah, sayuran, tempe dan lain-lain. Karena diperkirakan sisa ikan pada tanggal 1 masih ada, maka pada amplop tanggal 2 diisi Rp.20 ribu, artinya menu pada hari itu cukup dengan telor ditambah sisa ikan yang kemarin. Terkadang pada amplop tanggal 15 diisi Rp.100 ribu, artinya menu pada hari itu adalah ayam dengan sayuran dan buah. Kalau ingin menambah menu diluar yang sudah direncanakan, maka salah satu solusinya adalah memancing di danau atau menanam sayuran dihalaman rumah. Setelah isteri belanja dengan uang yang tersedia dalam amplop itu, barangkali ada tersisa sebesar seribu atau dua ribu rupiah maka uang itu dimasukkan kembali dalam amplop tersebut. Uang sisa itu akan menjadi saving belanja lauk pauk untuk bulan berikutnya, tetapi tidak digunakan untuk bulan berjalan. Hal ini dimaksudkan agar yang memasak dapat memaksimalkan menu yang ada serta menghindari makanan agar tidak mubazir. Meskipun jumlah amplop itu sebanyak 31 lembar, tetapi yang berisi uang disesuaikan dengan jumlah hari dalam bulan berjalan, Misalnya, pada bulan Februari, jumlah amplop yang berisi uang belanja lauk pauk hanya 28 lembar. Pada bulan September, jumlah amplop yang berisi uang belanja sebanyak 30 lembar, dan pada bulan Desember diisi uang untuk 31 lembar amplop itu. Memang setelah menggunakan pengaturan belanja bulanan secara terencana seperti ini, meskipun penghasilan pas-pasan ternyata setiap akhir bulan masih tersisa sedikit uang untuk keperluan saving. Layak untuk dicoba!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline