Lihat ke Halaman Asli

Tak Berjudul

Diperbarui: 28 Agustus 2022   07:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

doc. Foto Pribadi

"Tak Berjudul"

Oleh: Muhammad Sigit S

Aku sedang tidak punya ide untuk menulis.  Entah kenapa? Padahal sebenarnya disaat tidak punya ide untuk menulis. Itu juga bisa dijadikan ide. Iya temanya adalah ketika tidak memiliki ide untuk menulis. Ah tepatnya mengetik. Dengan tidak punya ide untuk menulis, maka dalam tulisan ini juga berjudul "Tak Berjudul". Jemariku kubiarkan menari diatas keyboard notebook asus yang dibelikan ayahku 2015 lalu. Warna putih yang sedikit kusam karena sudah jarang dibelai. Lebih sering kerja rodi. Oh malang sekali nasib notebook ku ini. Walupun begitu tetap saja ia setia. Andai saja ia mampu bicara, akan sejak dahulu kala ia akan berkata bahwa lelah, letih dan mungkin juga bosan. Hampir setiap hari ku hidupkan.

Kali ini aku berkhalwat, bermesra sembari mendengarkan riuhnya roda dua dan empat dijalanan sana. Kicau burung menjelang maghrib, dan mungkin senja juga menyapa. Tapi aku masih saja tak berpaling. Oh asyiknya.  Ruang kecil ukuran 3x2,5 beserta rak dengan jumlah buku yang tak seberapa. Selepas maghrib kubaca buku beberapa halaman. Karangan Dr. Yusuf Qardhawi berjudul alqur'an berbicara tentang akal dan ilmu pengetahuan. Kata demi kata kulalui. Menariknya ada ungkapan bahwa manusia itu harusnya memikirkan tentang hal-hal baik ciptaan Allah baik berdua atau sendiri, juga dalam keadaan berdiri, duduk juga berbaring berdasarkan Qs. As saba ayat 46.

Ciptaan Allah itu sangat banyak, tidak melulu perkara yang kasat mata. Tetapi juga yang dirasa. Pada kasus ini misalnya tentang cerita yang sampai saat ini aku bingung mendefiniskan dan akan memberi judul apa dari cerita tersebut. Padahal  tokohnya jelas, alurnya runtut, latarnya ada, pesan kesannya banyak. Demikian cerita itu menjadi unik. Bagaimana tidak antara dua orang yang tidak pernah saling kenal dan sapa tetiba dipertemukan dan menjadi sesuatu yang istimewa. Apakah berakhir entah atau khitbah? Apakah berakhir saling atau masing-masing?

Sebelum semuanya menjadi masing-masing dan mungkin kembali asing, tulisan ini dibuat sebagai prasasti bahwa pernah mengisi daftar hadir. Aku mengklaim dan menyadur sebuah lagu bahwa hampir semua orang pernah mengalami hal ini yaitu, dulu sedekat nadi dan sekarang sejauh matahari. Ini berlaku bukan kepada sepasang, tapi juga sejenis contohnya persahabatan. Kisah-kisah diantara keluh kesah, kabar-kabar yang kadang kabur, berita-berita yang tak jarang hanya bercanda menjadi istimewa ditengah obrolan sana-sini.

Dalam konteks sahabat tentu kita semua akan kembali masing-masing, namun dengan harapan tidak menjadi asing. Dengan pernahnya mengisi daftar hadir persahabatan berarti minimal keberadaanya diakui. Kekira itu cukup. Lebih dari itu sudah beda ruang. Dengan diakui berarti dihargai selanjutnya dimengerti. Kisah yang sebentar lagi akan menjadi sejarah, perlu diurai dengan jelas. Agar tidak menjadi kabar-kabur yang akhinya menjadi jamur beracun dikemudian temu. Sisa-sisa waktu yang ada dalam sama manfaatkan sebaiknya agar menjadi candi yang memiliki filosofi.

Tentang "tak berjudul" bukan berarti tak berisi. Kadang judul hanya sebatas manipulasi sebagai penarik minat agar dibaca sampai selesai.

"Plak" tetiba kau menamparku. Aku masih terdiam linglung.

"plak-plak" kau ulang dan ditambah sebelah kiri.

"aduh.. kenapa sih?" jawabku heran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline