Lihat ke Halaman Asli

Menjemput Niat

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Jika tak ada yang kebetulan, sungguh kesempurnaan itu benar milik-Nya. Perlahan niat tumbuh dari berinteraksi sekedarnya. Tentang masa lalu, sekarang, dan tentang masa depan. Takzim, untuknya para penyampai sebab, hingga muaranya adalah sebuah ketulusan niat.

Diktum kausalitas bahwa setiap sebab melahirkan sebuah konsekuensi/akibat menjadi penting, sangat penting! Kita tak semestinya lupa agar ketika telah sampai pada sebuah telaga takdir, itu adalah sebab aliran usaha yang selalu bergerak. Bergerak, tanpa atau dengan kesadaran.

Tanpa kesadaran juga merupakan 'gerak', yang selayaknya gerak akan berakhir pada takdir. Baik buruknya sebuah takdir dimata kita, tentu untuk-Nya Mahabaik. Jika kita mengenali diri yang sangat terbatas dengan potensi yang tak terbatas, tentu segalanya dianggap baik.

Bukankah Pesan Cinta sebagai risalah dari-Nya harus membumi disetiap 'gang', gelap juga terang?i Seloroh 'anak muda' bahwa berniat selalu mendahului usaha adalah peluang untuk selalu berada di titik terang. Ia terang dengan ketulusan juga keteguhan untuk selalu berbeda dengan mayoritas orang yang berlaku 'gelap'. Jika lakunya 'gelap', bagaimana kita membenarkan niatnya 'terang'!

Menjemput niat adalah usaha (aktif) sebagaimana imbuhan aktif (me-) sebagai pelengkap jemput. Pertama dan Utama adalah sebaik-baik tempat niat terpajang. Mengkerdilkannya (niat) adalah ketakbecusan kita mengurai cita.  Niat sangat pantas untuk kita perjuangkan!

Selamat memulai 'libur', bagiku berfikir juga bekerja! ^.^




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline