Lihat ke Halaman Asli

Pengalaman di Semarang Mengunjungi Bangunan Tua

Diperbarui: 18 Mei 2021   22:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Hari Jumat 14 Mei 2021 kemarin saya sempat membaca tulisan bapak Arifuddin Patunru  yang berjudul, “hadirkan kembali bangunan tua itu” Serentak saya teringat pengalaman saya beberapa waktu yang lalu saat menghabiskan masa libur lebaran di kota Semarang, Jawa Tengah. Sebagian waktu libur saya menghabiskan waktu dengan mengunjungi kawasan kota lama.

Semarang is one of one city in Indonesia yang tetap mempertahankan kawasan bangunan orang tuanya. Kawasan ini pula yang kemudian menjadi salah satu daya tarik ibukota Jawa Tengah tersebut.

Berdasarkan catatan sejarah, pada abad ke-18, Semarang memiliki kawasan yang menjadi pusat perdagangan. Kawasan inilah yang kemudian dikenal sebagai kawasan kota tua atau dulunya disebut Oude staadt. Waktu itu jalur pengangkutan lewat air sangat penting. Hal itu dibuktikan dengan adanya sungai yang melaporkan kawasan ini yang dapat dilayari dari laut sampai dengan daerah Sebandaran di kawasan Pecinan.

Pemerintah Hindia Belanda dulunya membangun benteng di sekitar kota lama. Benteng ini dinamai Benteng Vijhoek. Bila dilihat dari kondisi geografi, kawasan yang luasnya sekitar 31 Ha. ini memang terpisah dari lingkungan sekitarnya. Wajar kalau kawasan ini mendapat julukan Little Netherland.

Di kawasan yang menjadi saksi bisu penjajahan Belanda di Indonesia ini masih berdiri di sekitar 50 bangunan kuno meski sebagian telah termakan usia. Beberapa di antaranya difungsikan kembali sebagai gedung perkantoran.

Pada akhir 1990-an, Pemerintah Kota Semarang merevitalisasi kawasan Kota Lama dengan memperbaiki dan membenahi jalan, drainase dan membuat polder untuk mengendalikan rob (rembesan air laut ke daratan). Ruang terbuka di sekitar polder tepat di depan stasiun kereta api Tawang itu juga digunakan untuk rekreasi, pentas apung, dan “dugderan” menjelang datangnya bulan puasa.

Berjalan kaki di kawasan Kota Lama ini rasanya seperti kembali ke masa seratus tahun yang lalu. Hampir tidak ada perubahan yang berarti. Tidak heran bila kawasan ini telah berkali-kali digunakan sebagai lokasi pembuatan film yang bersetting masa lampau. Salah satunya adalah “GIE”

Bangunan-bangunan tua penuh kisah itu dibiarkan tetap berdiri. Sebagian memang sudah tampak kusam dan tak terurus, tapi sebagian lagi sudah siap dan dipergunakan sebagai kantor. Seluruh bangunan gaya arsitektur Eropa abad 18 dan 19, namun banyak juga perpaduan arsitektur Eropa dengan arsitektur Jawa dan Cina. Setiap bangunan yang berada dalam blok-blok terpisah itu tidak memiliki halaman, pintu langsung berada di pinggir jalan. Blok-blok tersebut melayani oleh jalan-jalan kecil yang saat ini melayani paving blok. Sungguh sebuah kawasan yang memanjakan para pecinta bangunan tua.

Gereja Blenduk

Salah satu bangunan tua yang masih tegak dan tampak rapih adalah sebuah gereja Protestan yang lazim disebut Gereja Blenduk. Nama ini diberikan merunut pada bentuk kubahnya yang dalam bahasa Jawa disebut Blenduk (menggembung), sampai sekarang nama asli gereja tidak diketahui.

Menurut catatan, gereja ini dibangun pada abad ke-17 dan telah mengalami 3 kali renovasi, yaitu pada tahun 1753, 1894 dan terakhir tahun 2003. Setiap renovasi diabadikan lewat tulisan di atas batu marmer yang terpasang di bawah gereja. Renovasi-renovasi tersebut tidak mengubah ciri khas bangunan yang bergaya arsitektur Eropa klasik yang anggun dan aristokrat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline