Lihat ke Halaman Asli

Mugiarni Arni

guru kelas

Ayah

Diperbarui: 6 Juni 2023   19:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input sumber gambar Canva

Puisi Religi

Ayah

Di ujung senja yang mendung, terlihat sosok seorang ayah tegar. Ia memiliki hati yang tulus dan jiwa yang penuh pengorbanan. Segala harta bendanya ia relakan untuk sang anak tersayang, demi memastikan kehidupannya berjalan lancar dan berkembang di sekolah. Namun, takdir membawanya pada sebuah perjalanan yang rumit.

Meski tak terasa oleh sang ayah, anaknya yang disayang mulai terbuai oleh keserakahan dan kelalaian. Ia tidak menyadari betapa besar pengorbanan yang telah dilakukan oleh sang ayah untuknya. Keinginan yang melampaui batas mendorongnya untuk berbuat salah, mengabaikan nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh sang ayah dengan penuh kasih.

Sang ayah, dengan penuh kesabaran, menyaksikan perubahan buruk ini. Ia tidak menyalahkan atau marah. Sebaliknya, hatinya penuh dengan belas kasih dan harapan. Ia tahu bahwa manusia tidak sempurna dan bahwa setiap perjalanan kehidupan memiliki batu sandungan yang harus dihadapi.

Hingga suatu hari, saat hati sang anak terasa terjepit oleh rasa penyesalan yang dalam, ia berlutut di hadapan sang ayah. Air mata tulus mengalir membasahi pipinya, mengungkapkan rasa menyesal yang sebenarnya. Ia menyadari kesalahan-kesalahannya dan betapa berharganya kasih sayang sang ayah.

Dalam momen itu, sang ayah mengangkat anaknya dengan lembut. Dalam dekapannya terasa kedamaian dan kehangatan yang begitu nyata. Ia tidak berkata-kata, karena kata-kata tak dapat menggambarkan kebesaran hati sang ayah yang penuh pengampunan.

Bersama-sama, mereka berdiri di hadapan langit yang cerah. Sang ayah memandang anaknya dengan penuh cinta dan berkata, "Anakku, tak perlu lagi menyesali apa yang telah terjadi. Kesalahan adalah bagian dari pertumbuhan kita. Yang penting adalah bagaimana kita belajar darinya dan berubah menjadi pribadi yang lebih baik."

Dalam setiap kata yang diucapkannya, terasa harapan yang tulus dan keinginan untuk melihat anaknya kembali kepada jalan yang benar. Sang ayah meletakkan tangannya di atas kepala sang anak, memberikan berkah dan doa yang tulus agar anaknya menemukan cahaya kebenaran.

Dari saat itu, sang anak merasakan kedamaian dan kekuatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi anak yang berterima kasih dan membalas cinta yang telah diberikan oleh sang ayah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline