"Bukan soal seberapa banyak hasil tuaian tapi seberapa besar kegembiraan berbagi hasil panen."
Aku Adalah Sawah
Sawah. Itulah identitas ekologisku. Tepatnya identitas ekologi budaya.
Ekologi budaya itu, ikut kata antropolog Julian Steward, adalah lingkungan hidup, fisik dan sosial, tempatku berada. Dia adalah bentukan budaya komunitasku.
Bingung, ya. Oke, itu terlalu teoritis, memang.
Faktual saja: sawah. Itu ekologi budayaku. Aku lahir dan menghabiskan masa kanak-kanakku dalam komunitas Batak pesawah di pedalaman Toba sana.
Aku anak petani sawah. Ikut bekerja di sawah: mencangkul, membajak, menanam padi, memiara, menghalau burung, dan menuai padi.
Juga mengangon kerbau, tenaga bajak sawah. Di kampungku, dulu ya, anak kecil dan kerbau adalah dua sahabat. Aku mengenal kerbau-kerbauku seperti kerbau-kerbauku mengenal aku.
Karena lahir, tumbuh, dan sehari-hari bergaul dengan orang-orang sawah, di tengah komunitas sawah, dengan sendirinya juga aku menyerap nilai-nilai budaya sawah. Istilah kerennya sosialisasi dan internalisasi nilai budaya.
Gak usahlah kujelas-jelaskan. Ini bukan ruang kuliah, kan?
Pendek cerita: tolong-menolong, saling berbagi, dan saling menjaga. Nilai-nilai itu tertanam dalam diriku. Itulah inti budaya sawah.