Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

KAMI, PKI, dan Don Quixote de la Opositor

Diperbarui: 4 Oktober 2021   16:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gatot Nurmantyo dan M. Din Syasuddin, Presidium KAMU (Foto: galamedia.pikiran-rakyat.com)

"Bukan mitos atau fiksi, tapi sudah jadi bukti, ada gejala dan gelagat kebangkitan neo-komunisme dan PKI gaya baru di Indonesia." - Presidum KAMI, dalam Surat Terbuka kepada Presiden Joko Widodo tanggal 22 September 2020

Pernyataan Presidium KAMI -- Gatot Nurmantyo, M. Din Syamsuddin, dan Rochmad Wahab -- pada September tahun lalu (2020) itu mengesankan negara RI dalam situasi genting. Terancam oleh neo-komunisme/PKI gaya baru.

Barusan pada September 2021, lewat Gatot Nurmantyo, KAMI kembali mengangkat isu ancaman komunisme.  Dalam sebuah webinar bertema "TNI vs PKI" (26/9/2021) Gatot mengingatkan lagi kemunculan neo-komunisme/PKI gaya baru. Bahkan, katanya, komunis sudah masuk ke dalam tubuh TNI. [1,2]  

Isu neo-komunisme/PKI gaya baru tampaknya sudah menjadi program Septemberan bagi KAMI. Walau tak jelas apa sebenarnya yang dimaksud dengan neo-komunisme/PKI gaya baru. Lalu apa bukti keberadaannya di Indonesia kini.

Surat KAMI kepada Jokowi tanggal 22/9/2020 agaknya berisi pandangan resmi KAMI tentang neo-komunisme/PKI gaya baru. Karena itu, untuk menjawab pertanyaan di atas, saya coba  lakukan analisis isi terhadap dokumen itu. [3]

Hasilnya sangat mengejutkan.  Klaim neo-komunisme/PKI gaya baru itu ternyata dibangun di atas argumen-argumen sesat (logical fallacies). Kesimpulannya,  neo-komunisme/PKI gaya baru itu adalah konstruksi khayali KAMI. Bukan fakta atau realitas empiris. Saya akan tunjukkan.  

Sesat Logika

Tentang neo-komunisme/PKI gaya baru, KAMI dalam suratnya mengatakan begini.

"... gejala, gelagat, dan fakta kebangkitan neokomunisme dan/atau PKI gaya baru yang sudah nyata dan tidak perlu lagi ditanya, di mana?"

Pernyataan KAMI itu memadu argumentum ad populum (kata orang banyak) dan argumentum ad hominem (meremehkan). Hendak dikatakan, kebangkitan neo-komunisme/PKI gaya baru sudah menjadi pengetahuan "KAMI dan banyak rakyat Indonesia" (ad populum). Jadi, kamu bego (ad hominem)  kalau masih bertanya "(mana dan) di mana".

Itu khas argumen dari individu atau kelompok untuk memaksakan pendapat yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline