Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

[Poltak #046] Alpa Sekolah Demi ke Silosung

Diperbarui: 31 Maret 2021   17:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kolase foto oleh FT

Ada kalanya hujan mendadak turun di tengah terik matahari.  Kejadian tak disangka.  Mestinya menimbulkan syak-wasangka.

"Poltak! "  Suara panggilan itu akrab di telinga Poltak.  Itu suara bapaknya. "Sini sebentar!" Bapaknya melambaikan tangan dari halaman depan kedai Ama Rosmeri.

Poltak berada di halaman depan gereja. Sambil menunggu giliran masuk kelas, dia sedang martumbang, main tembak karet gelang dengan Alogo, Nalom, dan Gomgom.  Karet gelang taruhan dikalungkan pada cagak kecil yang menancap di tanah.  Lalu ditembak dengan karet gacok dari jarak tiga meter. Kalau kena dan lepas dari cagak, maka karet itu menjadi hak penembak.

"Among, mau kemana?"  tanya Poltak setelah berada tepat di depan bapaknya. Heran, dia sangat heran.  Selama ini, bapaknya tak pernah tahu urusan sekolahnya.  Kenapa sekarang tiba-tiba ada di sini?

"Ke rumah buyutmu. Ada keperluan.  Kita minum teh manis dulu,"  jawab bapaknya sambil melangkah ke dalam kedai.  Poltak mengekor di belakangnya.

Poltak tidak bertanya lagi. Dia menepis syak-wasangka dari pikirannya.  Lagi pula, segelas teh manis dan dua buah lampet sudah terhidang di atas meja. Itu sudah culkup untuk menghapus pikiran yang bukan-bukan.

Tapi Poltak lupa.  Dalam masyarakat Batak, selalu ada hata ni sipanganon, maksud dari pemberian makanan.  Sebab makanan juga bermakna simbolik. Orang Batak bilang, "Katakanlah dengan makanan."

Seusai minum teh manis dengan bapaknya, Poltak kembali martumbang melawan Alogo, Nalom, dan Gomgom. Jonder juga ikut bergabung.

Tiba-tiba Bistok  datang membawa kabar, "Poltak! Tadi kulihat bapakmu dan nenekmu naik sepeda ke arah Portibi."  Kampung Portibi ada di sebelah barat sekolah.

"Hah?" Poltak  kaget tak terkira.  Rupanya, itulah pesan dari segelas teh manis dan dua buah lampet. Nenek dan bapaknya diam-diam mau pergi ke suatu tempat.

Tanpa pikir panjang, Poltak memungut buku-bukunya dari tangga gereja, lalu berlari seperti anak kerbau mengejar nenek dan bapaknya.  Setelah berlari kurang lebih setengah kilometer, barulah dia bisa melihat nenek dan bapaknya bersepeda di kejauhan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline