Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Mengulas "Ahok dan Jakarta" Secara Etnosentris

Diperbarui: 6 Agustus 2017   01:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku

Buku yang ditunggu-tunggu akhirnya sampai juga di tangan.

Kemarin siang, Selasa 1 Agustus 2017, seseorang yang ternyata kurir JNE menelepon ke "henpon"ku, memberi tahu ada kiriman dari Elex Media Komputindo, tapi tidak ada orang di rumah untuk menerima.

Aku bilang, "Sudah, lempar saja ke dalam car port." "Baik, Pak, ada anjing gak di dalam, Pak?" tanya Mas Kurir. "Gak ada," jawabku, sambil mikir apa masalahnya kalaupun ada anjing di dalam rumah. Kan, dia ada di luar pagar.

Tapi sudahlah. Mungkin dia punya trauma pada gonggongan anjing. 

Yang penting, sorenya buku sudah di tangan. Judulnya, Ahok dan Jakarta (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017). Buku hasil editan Tim Kompasiana ini memuat sejumlah artikel terpilih tentang Ahok yang tayang   menjelang Pilkada DKI Jakarta yang lalu.

Langsung eksplor isi buku. Isinya ada 19 judul artikel, termasuk satu artikelku "(ABA) Ahok Cari Lawan, Bukan Musuh!" (h. 111-114). Dan menurut penilaianku, inilah artikel terbaik dalam buku itu. Semata-mata karena aku yang menulisnya, dan aku sendiri yang menilainya.

Dengan sikap etnosentris (tulisanku yang terbaik, lainnya terserah) semacam itu, aku tulis resensi ini. Jelas fokusnya artikelku. Penulis lainnya silahkan melakukan hal serupa. Khususnya Pebrianov yang menyebalkan karena menyumbang jumlah artikel terbanyak di buku itu, empat judul (honornya sekitar Rp 1 juta, mungkin).

"Jakarta Ahok lagi?" Itu judul Kata Pengantar Kang Pepih Nugraha untuk buku ini. Dan jawabannya kita sudah sama tahu, "Jakarta bukan Ahok lagi".  Jakarta sudah Anies, pemenang dalam Pilkada DKI Jakarta kemarin.

Dan "kekalahan" Ahok itu terjadi, menurut hematku, melalui proses yang sudah aku duga lewat artikel itu. Ahok ditumpas, bukan dikalahkan.

Mengapa begitu? Karena dalam proses Pilkada DKI tempo hari, Ahok tidak diposisikan secara terhormat sebagai "lawan politik". Tetapi sebagai "musuh rakyat" (public enemy).

Dan berhasil. Lewat serial unjuk rasa massal dan pembentukan opini lewat media massa dan media sosial, luring dan daring, Ahok sukses dipersepsikan sebagai "musuh rakyat".  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline