Oei Hiem Hwie telah berpulang pada usia 90 tahun pada Rabu (3/9/2025), seorang pejuang literasi yang kukuh dengan idealisme dan jejak kehidupan yang amat panjang. Hwie tidak hanya dikenal sebagai eks-tapol namun juga berjuang mendirikan perpustakaan yang menyiman naskah-naskah yang sangat berharga.Rak-rak buku yang memenuhi rumahnya itu bak museum tak ternilai harganya menyimpan arsip lama dan catatan sejarah sejak zaman sebelum kemerdekaan.
Mantan jurnalis Terompet Masyarakat ini pernah diasingkan ke Pulau Buru bersama Pramoedya Ananta Toer oleh pemerintah Orde Baru. Hwie juga lah yang kemudian menyelamatkan naskah Tetralogi Pulau Buru yakni novel Bumi Manusia, yang awalnya dituliskan dalam lembaran-lembaran kertas bekas semen dan berhasil diselundupkan ke luar Pulau Buru lalu diketikkan dengan rapih oleh Hwie, kemudian serahkan kepada Pram untuk diterbitkan oleh Hasta Mitra.
Oei Hiem Hwie diasingkan di Pulau Buru setelah pecahnya pemberontakan G30S/PKI 1965 karena Hwie tulisan-tulisan Hwie dianggap mengkritik pemerintah. Setelah menjalani penahanan penjara di Pulau Buru sekitar 13 tahun, Hwie akhirnya dibebaskan pada tahun 1979 dan bertemu dengan Haji Masagung. Hwie bersama teman-temannya memutuskan mendirikan perpustakaannya sendiri yang dinamai Perpustakaan Medayu Agung pada tahun 2001, berdiri di pelosok Kota Surbaya. Di Perpustakaan Medayu Agung terdapat koran terbitan berbahasa Indonesia dan Mandarin tahun 1959-1980. Di antaranya Suara Rakjat, Pewarta Soerabaia, Api Pantjasila, Ampera, Suluh Indonesia, Manifesto, Kengpo, Kedaulatan Rakyat, Djawa Pos, Surabaja Post, hingga Merdeka. Oei Hiem Hwie salah satu tokoh pegiat literasi, sekaligus pelaku sejarah yang setiap hari masih menyempatkan waktu untuk membuat kliping dan menjaga koleksi manuskrip di perpustakaannya. Hampir semua manuskrip kuno bisa ditemukan di Perpustakaan Medayu. Mulai dari koleksi Buku Soekarno, Adam Malik hingga naskah asli tetralogi Buru milik Pramoedya Ananta Toer.
Hwi adalah sosok pejuang literasi yang kokoh memperjuangkan idealisme, dengan kondisi yang terbatas dan cengkraman politik Orde Baru yang kuat beliau tetap kukuh berdiri bahkan mendirikan perustakaan Medayu Agung yang dapat diakses oleh masyarakat secara gratis.
Dalam sebuah tayangan Heroes yang tayang di CNN Indonesia empat tahun lalu, Hwi dikenal sebagai sosok penjaga Sastra Indonesia karena telah berjasa dalam menyelamatkan salah satu karya Pram, Tetralogi Pulau Buru yang banyak menginspirasi kaum muda untuk terus berjuang memperjuangkan keadilan dan kesetaraan.
Tiga pekan telah berlalu sejak kepergian Oei Hiem Hwie, namun jejak perjuangan literasi akan tetap diingat dan menginspirasi generasi muda, ditengah keterbatasan dan cengkraman kekuasaan tetap teguh berjuang untuk kehiduapan bangsa yang lebih berkeadilan. Hwie pernah berujar, ... seluruh koleksinya harus dapat diakses oleh siapa pun untuk sumber pengetahuan, walaupun habis manusia tapi harus menyisakan buku". Selamat Jalan Oei Hiem Hwie perjuangannya akan kami kenang sepanjang masa. ***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI