Lihat ke Halaman Asli

denbagusesumitro

Tukang Bangunan

Tujuh Tahun, Menjelang Delapan Tahun Satu Dalam Bahtera

Diperbarui: 7 Maret 2018   10:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tujuh tahun kami telah melalui bahtera rumah tanggga, susah, senang, bangga, cekcok, marahan, romantis dan semua sudah kami lewati. Pernah suatu ketika kami mengalami masa-masa sulit yang memabuat kami harus berpisah tempat tinggal. Istri dan anak-anak tinggal di Lampung dan saya harus kembali ke kota Yogyakarta demi mencari penghidupan yg lebih baik.

Bukan perkara mudah untuk tinggal jauh dari keluarga. Rasa khawatir adalah permasalahn utama dalam perjalanan ini. Mungkin bagi sebagian lelaki adalah hal yang mudah. Hanya karena cinta dan kasih itulah yang membuat saya menjadi lebih risau akan keadaan keluarga kecilku. Ini bukan kisah fiksi semata melainkan kisah yng benar saya alami tiga tahun yang lalu.Ini sepenggal kisah keluarga kami yang berjuang melawan nasib. Kisah ini berawal ditahun 2010 yang silam saat kami berdua saya dan istri sepakat mengikat janji suci kami di depan Tuhan. Memang awal perjalanan itu sudah teramat berat dan sungguh membuat kami harus berjuang menghadapi berbagai macam persoalan mualai dari ekonomi hingga restu yang belum kami kantongi dari orang tua kami.

Di tahun itulah kami dikaruniai kebahagiaan Deo Gratias anugerah dari Tuhan dan di tahun 2012 kami dikaruniai seorang penjaga anugerah Tuhan Marcello Gratias. Kedua jagoan itu memenuhi kebahagian kami disela-sela perjuangan yang terasa semakin berat. Puncaknya adalah tahun 2015 saat aku sebagai nahkoda kehilangan kendali atas bahtera itu karena tak ada lagi bahan bakar untuk bahtera kami alisa saya menjadi seorang penganguran. 

Tiga tahun aku dan istri berjuang dan berjauhan, meski belum sepenuhnya kami menang namun setidakanya setelah ditahun 2016 haluan bahtera kami bisa mengarah ke kota Yogyakata. Bahtera kami menjadi terarah kembali. Setidaknya di kota ini kami menemukan kebahagiaan dan keseruan yang selalu kami impikan. Kami selalu dapat berjalan-jalan meski tidak dengan mewah paling tidak ada rasa yang menjura saat kami mengunjungi tempat-tempat indah di kota ini.  Pantai, tempat bersejarah, dan taman-taman kota yang sederhana sering kami kunjungi disela rutinitas pekerjaan kami. 

Tujuh Tahun Menjelang Delapan Tahun Satu Dalam Bahtera

Meski sederhana namun kota ini memberikan kami harapan akan masa depan yang semakin indah. Kota kelahiranku yang memberikan sejuta harapan dan kedamaian.

Bahkan hari-hariku yang lebih banyak bepergian keluar kota semakin menjadikan kota ini selalu seperti liburan bersama keluarga kecilku. Sekarang yang kami rasakan dalam keluarg ini adalah berasa hidup. Betapa aku masih teringat kata-kata nasehat seorang ibu yang mendampingi keluarga kami saat dalam kesulitan. "Ingat pesan ibu ya mas, suatu saat nanti kamu akan merasakan bahwa keluargamu jauh lebih penting untuk kamu merasa bahagia"

Memang benar kata mas Deddy Corbuzier "my family is notting, but everything". Begitulah kiranya. sepenggal kisah kami.  Ini kisah sederhana namun sungguh membuat kami yakin bahwa kebahagian dalam bahtera rumah tangga itu sungguh dari masing-masing anggota kelurganya, bukan dari seberapa banyak harta yang dimiliki dan bukan karena seberapa cantik atau ganteng pasangan kita.  Kebahagiaan itu munculnya dari kebersamaan dan kasih yang muncul oleh karena cinta dari masing-masing.

Kehangatan keluarga itu cinta suami pada istrinya, begitu juga sebaliknya. Cinta anak-anak pada orang tuanya dan juga sebaliknya. Meski kadang kami terpaut jarak masing-masing dari kami saling merindukan. Rindu karena kasih dan cinta dalam keluarga menjadikan keluarga kami selalu dalam kebahagian  meski kami harus berjuang demi cita cita kami yang lebih besar.(*)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline