Lihat ke Halaman Asli

Rusmin Sopian

Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Cerpen: Perempuan Trotoar

Diperbarui: 23 November 2021   22:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DIPLOMASINEWS.NET

Mata sendu perempuan muda itu menatap ke arah trotoar jalanan Kota yang kotor. Beberapa ekor tikus got saling berkejaran. Bahkan sepasang mata tikus itu memandang ke arah sepatunya yang terlihat butut. Sementara dilangit, tak terlihat kerlap-kerlip bintang menyala. Awan terlihat kelam. Sekelam hati perempuan muda itu menunggu godaan syahwat malam yang datang menghampiri jiwanya dari para pengumbar syawat tanpa malu.

Sudah hamir tiga jam, perempuan itu berdiri diatas trotoar jalanan Kota yang bau. Belum ada tanda-tanda untuk menambah tebal kantong bajunya. Belum ada sama sekali. Sementara deru kendaraan terus hingar bingarkan malam. Menebar kebisingan di telinganya.
Perempuan muda itu menatap langit yang makin menghitam. Udara Kota malam ini sangat kotor. Desingan suara knalpot kendaraan yang bergema cuma melahirkan asap yang mengepul di udara yang hitam. Perempuan muda itu menghela nafas panjang. Panjang sekali desahannya.

Sebagaimana panjangnya episode perjalanannya hingga mendamparkannya ke Kota ini. Dan dia sama sekali tak menyangka harus terdampar di Kota yang penuh tipu daya. Sebuah Kota Metropolitan yang diimpikan banyak orag untuk mengadu nasib dan mengubah nasib.
" Siapa tahu masa depanmu berubah saat disana," rayu temannya.
" Aku tak memiliki kepandaian apapun. Aku cuma orang Kampung," jawabnya.
" Tapi kamu memiliki suara yang bagus dan kecantikan yang luarbiasa. Itu modalmu," ujar temannya.
" Masa sih, suara bagus dan kecantikan bisa merubah nasib seseorang? Bukankah pengetahuan yang tinggi yang bisa merubah nasib orang," elaknya.
" Banyak orang Kampung kita yang menjadi kaya raya dan hidup enak di Kota hanya bermodalkan suara bagus dan kecantikan. Banyak sekali," ungkap temannya.

Perempuan muda itu kalah berargumentasi. Dan akhirnya perempuan muda itu mengalah.
Bulan pertama berdiam di Kota, perempuan muda  itu seolah membenarkan kebenaran yang diomongkan temannya. Uang mengalir. Namanya populer. Sebagai penyanyi pendatang baru, dia menjadi primadona. Banyak kelompok musik yang menjadikannya sebagai penyanyi tamu dengan bayaran yang cukup menggiurkan. Belum lagi saweran dari penonton yang mengidolakannya saat beraksi dipanggung hiburan. Tak pelak, pundi-pundi mengalirkan bagaikan mata air ke kantongnya.
Dan hanya dalam tempo enam bulan, perempuan muda itu mampu membeli sebuah motor buat keluarga di kampung dan merenovasi rumah keluarganya.
" Kamu sekarang, baru mengakui kebenaran kata--kata ku dulu kan," ujar temannya.
" Iya. Omonganmu benar sekali," ujarnya.
" Yang penting kamu jangan neko-neko. Jaga martabatmu sebagai perempuan. Jadi penyanyi itu banyak godaan. Jadi kamu harus hati-hati," nasehat temannya.
Perempuan muda itu mengangguk.

Usai manggung di luar Kota, perempuan muda itu dikenalkan pimpinan Orkesnya kepada seseorang yang mengaku sebagai produser. Lelaki setengah baya itu ingin mengangkat derajat wanita sebagai penyanyi klas wahid di negeri ini. Sejajar dengan penyanyi-penyanyi senior lainnya.
" Saya ingin Mbak tampil disebuah acara di Televisi," jelas Lelaki yang akrab diapnggil dengan sebuatn Pak Bandot.
" Saya malu Pak. Suara saya jelek," ujar perempuan itu.
" Mbak ini merendahkan diri. Suara Mbak sangat bagus. Demikian pula dengan kecantikan Mbak. Mbak sudah tidak layak lagi tampil dipanggung-panggung musik di pinggir Kota ini. level Mbak sudah harus tampil di televisi," jelas Pak Bandot.

Kegegeran melanda seluruh penghuni Kampungnya, saat dirinya tampil di sebuah acara musik di televisi. Semua orang membicarakannya. Tak terkecuali para juri yang hadir dalam acara pencarian bakat itu.
" Luar biasa. Luarbiasa," ujar seorang juri.
" Suaramu sangat bagus," sambung juri yang lainnya.
" kamu akan menjadi bintang masa depan," puji juri yang lainnya.

Raihan kesuksesan ternyata membuat seorang manusia berubah dengan drastis. Kegelimangan harta membuat seorang manusia menjadi khilaf. Kepopuleran membuat seorang manusia gelap mata. Perempuan muda  itu terjerumus ke dalam pergaulan yang bebas dan menyesatkan. Minuman keras dan pil-pil terlarang menjadi sahabatnya sehari-hari dengan dalih untuk menjaga stamina.

" Jauhi pil-pil setan itu," nasehat temannya.

" Pil itu hanya untuk menambah stamina ku saja. kamu kan tahu jadwal manggungku sangat padat," jawabnya sembari terus terlelap dalam godaan pil-pil setan itu.

Dan akhirnya, perempuan itu terperangkap dalam kecanduan hidup kepada pil-pil setan itu. Sementara dunia panggung mulai melahirkan bintang-bintang baru yang lebih fresh dan muda serta bertalenta bagus. Perempuan muda itu mulai kalah bersaing. Perempuan muda itu menepi. Hidup di pinggir Kota dengan sisa-sisa beban hidup yang masih melekat pada sekujur tubuhnya. Dan mulai lah dia mengarungi malam sebagai rumah kegelapannya. Malam yang bening dijadikannya sebagai rumah kesesatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline