Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Ketika Kisah Cinta Kehabisan Tinta

Diperbarui: 7 Oktober 2019   14:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Aku memintamu untuk mencatat kehadiran rembulan di malam-malam ketika kau kesepian. Apakah cahayanya yang temaram sanggup membuatmu tertidur pulas dan lega bernafas? Atau malah menggiringmu dalam pusaran mematikan riuh rendah masa silam?

Setelah menyelesaikan membaca bab-bab tentang kerinduan yang tidak lagi mencantumkan pasal-pasal tentang kegamangan, mungkin sebaiknya kau membuka jendela saat malam sedang berada di puncak buta. Agar tak usah melihatmu bermuram durja karena ternyata pada ayat-ayatnya kau malah berjumpa dengan klausa-klausa berbahaya.

Mengenai apa saja yang menurutmu bisa menyeret kepedihan di pagi hari. Tentang embun-embun yang mati bunuh diri. Setelah bersengketa keras dengan matahari. Tentang kabut yang terangkat ke permukaan. Setelah udara yang mengalir ternyata dipaksa berkelindan.

Juga mengenai kerumitan pesan dan kekacauan kabar yang disampaikan. Tentang roman muka linimasa yang membuatmu kehabisan tinta. Untuk kembali menuliskan kisah-kisah cinta yang melegenda. Bukan Romeo-Julia atau Rama-Shinta. Namun hikayat-hikayat tua kebesaran kasih Rahwana yang diceritakan sebagai raksasa yang hitam hatinya. Padahal pada kenyataannya, ia adalah empunya cinta yang sesungguhnya.

Mungkin sebaiknya kau tak usah menonton televisi, membaca koran, dan menggulung layar demi layar berukuran sekian inchi untuk mencari-cari mimpi, karena di situlah letak kericuhan yang dibagi dalam satuan porsi. Bagi orang-orang yang kesulitan menemukan cara terbaik bunuh diri.

Bogor, 7 Oktober 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline