Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Secangkir Kopi, Tarian Dupa dan Lupa di Kepala

Diperbarui: 9 Maret 2018   07:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Untuk kesekian kali.  Aku bersyukur bisa menjumpai pagi yang selalu menyediakan waktu bagi sepotong kegelisahan agar dituntaskan dengan secangkir kopi.  Melarut bersama setuangan air panas dan bubuk sehitam jelaga pantat kuali. 

Uapnya meliuk-liuk seperti tarian dupa orang Cina yang sedang melakukan upacara di sebuah kelenteng tua dengan kebaikan sebagai penontonnya.  Sebuah patung naga lengkap siap menerbangkan kepasrahan kepada Thian ibarat adukan demi adukan sebelum kopi itu sempat untuk disesap.

Ada sedikit suara istimewa di antara suara lainnya.  Suara itu menggiring angin menerobos jendela kamar yang masih enggan kubuka.  Aku sedang menikmati kemalasan dan pura-pura.  Nanti saja.

Namun suara itu ternyata bisa menyusup jauh ke dalam telinga.  Suara yang berasal dari semua bahasa di dunia.  Suara yang mempunyai arti sama; Ingatlah selalu akan lupamu pada waktu.  Sebelum waktu enggan mengingatmu lalu melupakanmu.

Untuk kesekian kali.  Aku berterimakasih pada pagi yang selalu berhasil menggali bermacam lupa di kepala.  Menempatkannya dalam rak-rak ingatan.  Semua janji harus disempurnakan.

Jakarta, 9 Maret 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline