Lihat ke Halaman Asli

miftakul inayah

Mahasiswa UIN RMS Surakarta

Ibu Muhammadiyah Ayah NU

Diperbarui: 12 Desember 2023   06:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Artikel yang saya tulis ini  adalah kisah sahabat saya. Sebut saja dia A. A lahir dalam keluarga dengan ormas yang berbeda. Ibunya adalah seorang muhammadiyah dan ayahnya adalah Nahdlatul Ulama.

Kalau ada yang tanya dia Muhammadiyah atau NU, A akan menjawab tidak tahu karena dia juga bingung. Kini  A bersekolah di  pesantren sejak MTS/SMP dan mengikuti ajaran NU karena sebagian besar penduduknya adalah anggota NU. 

Namun jika A ada di rumah dan mayoritas masyarakatnya adalah warga muhammadiyah, maka A akan mengikuti ajaran muhammadiyah.

 Misalnya, jika NU menggunakan Qunut untuk salat subuh, tetapi Muhammadiyah tidak menggunakannya. Nahh,  A ini memakai Qunut saat subuh ketika ia di pondok, tapi tidak di rumah. Biasanya hari raya idul fitri muhammadiyah lebih awal dari hari raya idul fitri NU, karena saat itu A sedang di rumah maka ia ikut sholat Ied di masjid Muhammadiyah bersama masyarakat lainnya.

 Menurutnya, selama tidak menyimpang dari ajaran Islam, tidak apa-apa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline