Lihat ke Halaman Asli

Miftahul Abrori

Menjadi petani di sawah kalimat

Kisah Gadis Perias Pengantin, Tunangan Meninggal Jelang Pernikahan

Diperbarui: 12 Januari 2020   14:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang kau rasa jika gagal menikah tetapi harus merias pengantin, sedang tunanganmu meninggal jelang hari pernikahan? Ils: tintahijau.com

Kisah nyata ini barangkali salah satu cerita yang sulit untuk kutuliskan. Kisah sedih seorang gadis perias pengantin. Perempuan tabah, tetap merias pengantin meski baru beberapa hari ditinggal pergi tunangannya untuk selamanya.

Aku mengenalnya pada awal tahun 2018. Meski dia adik kelasku di sebuah SMA di Solo, aku tidak tahu kisah muramnya sebelum kami resmi menjalin ikatan. Seorang kawan memperkenalkan kami berdua. Kawan itu menceritakan kisah sedih tentang dia, tentang pernikahan yang gagal. Ya, gadis itu gagal menikah karena tunangannya meninggal hanya selang hitungan bulan jelang pernikahan.

Setelah cukup dekat, aku memberanikan diri menanyakan takdir yang pernah dialaminya itu. Aku mendengar kisahnya dengan perasaan campur aduk, terharu dan salut dengan ketabahannya. Dia bercerita, setelah menjalin kasih dengan lelaki asal Jogja selama kurang lebih 5 tahun, keduanya memutuskan akan menikah pada pertengahan Januari 2016. Hari pernikahan sudah ditentukan, undangan pernikahan sudah dibagikan. Namun, Tuhan punya kehendak lain. Tuhan memberi cobaan yang cukup berat.

Hari pernikahan yang mereka nantikan semakin dekat. Suatu hari di bulan Oktober 2015 mereka sepakat pergi ke pusat perbelanjaan di Jogja. Mereka membeli seperangkat seserahan manten, sebagaimana mesti pernikahan adat Jawa. 

Setelah seharian sibuk, pada malam hari gadis itu diantar pulang oleh tunangannya ke Solo dengan berboncengan sepeda motor. Rasa capek dan lelah tak begitu mereka rasakan.  Gadis itu diantar sampai rumahnya di Solo. Karena malam semakin larut tunangannya itu memutuskan menginap di sebuah hotel di Solo. 

Esok hari sang tunangan kembali datang ke rumah berpamitan pulang ke Jogja. Ternyata, itu hari terakhir dia bertemu dengan tunangannya. Sang tunangan berpamitan pergi untuk selamanya dan tak mungkin kembali.

Selang beberapa jam, pada hari itu juga dia mendapat kabar mengejutkan. Sang tunangan tiba di Jogja dalam keadaan tidak sehat. Ia kritis dan langsung dirawat di UGD sebuah rumah sakit di Jogja. Dia merasa kaget karena sehari sebelumnya tak ada tanda-tanda ia sakit. 

Gadis itu langsung berangkat ke Jogja dengan perasaan kalut. Sesampainya di rumah sakit dia duduk di bangku dengan perasaan bingung. Ia mencoba menenangkan diri dan mengumpulkan keberanian terlebih dahulu sebelum menemui tunangannya yang sedang kritis. 

Namun, sesampainya di kamar rumah sakit, dia mendapati sang tunangan sudah menutup mata. Sang tunangan telah tiada. Dia sangat shock dengan apa yang dilihatnya. Tangis kesedihan pecah. Kata dokter, tunangannya itu mengalami dehidrasi akut dan terlambat untuk diselamatkan.

Raut kesedihan tak bisa ia sembunyikan dari wajahnya. Dia menerawang dan terlihat merenung. Padahal tadi pagi dia masih melihat tunangannya itu tersenyum. Baru tadi malam dia diantar pulang berboncengan motor. Baru kemarin mereka menyiapkan seserahan untuk hari bahagia yang mereka nantikan.  Hari pernikahan yang tinggal tiga bulan, hari bahagia yang ia sadar tak bisa terwujud.

Dia berusaha tegar dan mengikuti prosesi pemakaman hingga mengantarkannya ke pembaringan terakhir. Lahulfatihah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline