Indonesia sedang dilanda badai ketidakpastian. Tagar #IndonesiaGelap mencuat di media sosial sebagai ekspresi kekhawatiran dan frustrasi publik. Berbagai masalah saling bertautan: skandal mega korupsi yang terus terungkap, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, anjloknya nilai saham, hengkangnya investor, hingga dominasi oligarki yang semakin terasa.
Situasi ini membuat banyak rakyat merasa seakan-akan jalan keluar semakin sempit, mendorong munculnya sentimen #KaburAjaDulu. Namun, apa sebenarnya yang menjadi penyebab kondisi ini?
Skandal Mega Korupsi dan Retaknya Kepercayaan Publik
Kasus-kasus korupsi besar seolah tak henti mengguncang Indonesia. Terbaru, skandal mega korupsi di PT Timah yang mencapai Rp300 triliun dan kasus pengoplosan BBM oleh Pertamina dengan nilai kerugian Rp193,7 triliun menambah daftar panjang kasus mega korupsi di negeri tencinta.
Transparency International dalam laporan terbarunya menempatkan Indonesia pada skor Indeks Persepsi Korupsi (CPI) yang stagnan di angka 34 dari 100, menandakan tingkat korupsi yang masih tinggi. Ketidakberdayaan penegakan hukum dan kuatnya jaringan oligarki membuat pemberantasan korupsi terasa seperti angin lalu. Hukum menjadi tajam ke bawah, dan tumpul ke atas.
Akibat dari maraknya korupsi ini sangat nyata. Proyek infrastruktur mangkrak, dana bantuan sosial tidak tepat sasaran, dan ketimpangan pembangunan semakin melebar. Kepercayaan publik terhadap pemerintah pun terus tergerus, memicu ketidakstabilan sosial dan politik.
Dalam jangka panjang, iklim investasi menjadi kurang kondusif, mengingat investor tentu menginginkan kepastian hukum dan tata kelola yang baik.
Gelombang PHK Massal dan Ketidakpastian Ekonomi
Sektor industri dan teknologi menjadi yang paling terpukul dalam gelombang PHK massal belakangan ini. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan lonjakan PHK hingga 20% pada semester pertama tahun ini dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada kuartal pertama 2025, tercatat lebih dari 150.000 pekerja kehilangan pekerjaan di sektor manufaktur dan teknologi.
Gambar ilustrasi, Sumber: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Generative AI
Perusahaan-perusahaan rintisan (startup) yang sebelumnya menjadi tulang punggung inovasi juga terpaksa merumahkan ribuan karyawan akibat gagal mendapatkan pendanaan lanjutan.
Di sisi lain, sektor manufaktur juga tertekan oleh naiknya biaya produksi dan ketergantungan pada bahan baku impor. Akibatnya, angka pengangguran meningkat, dan ketidakpastian masa depan semakin membayangi masyarakat.
Nilai Saham Anjlok dan Kapital yang Pergi