Lihat ke Halaman Asli

evolusi akutansi syariah dari masa kejayaan islam hingga era modern

Diperbarui: 1 Oktober 2025   11:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Nama: Melinda Wahidatul Maulida

Evolusi Akutansi Syariah dari Masa Kejayaan Islam Hingga Era Modern

       Akuntansi sering disebut sebagai bahasa bisnis, sebab melalui pencatatan inilah setiap transaksi dapat diukur dan dipertanggungjawabkan. Namun akuntansi bukanlah hal yang netral, ia berkembang sesuai dengan nilai, budaya, bahkan keyakinan masyarakat. Dalam tradisi Islam, akuntansi sejak awal tidak bisa dilepaskan dari syariat yang menekankan keadilan, kejujuran, serta pertanggungjawaban kepada Allah SWT dan sesama manusia. Sejarah panjang memperlihatkan bagaimana akuntansi syariah lahir, mengalami masa kejayaan, sempat terpinggirkan, lalu bangkit kembali hingga menemukan bentuk modernnya seperti sekarang.

Awal Mula di Masa Kejayaan Islam

        Sejak abad ke-7, ketika peradaban Islam berkembang pesat, praktik pencatatan transaksi mendapat perhatian khusus. Al-Qur'an bahkan memberikan pedoman langsung tentang pencatatan. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 282, Allah memerintahkan agar setiap transaksi utang-piutang ditulis secara jelas, disaksikan oleh pihak ketiga, serta dilakukan dengan adil. Ayat ini bisa disebut sebagai pondasi akuntansi Islam, karena menegaskan bahwa pencatatan bukan sekadar teknis, tetapi bagian dari menjaga amanah dan mencegah sengketa.

        Di era pemerintahan Dinasti Abbasiyah, sistem administrasi keuangan sudah maju. Ada Diwan al-Kharaj yang mengurus pajak, zakat, jizyah, dan kharaj, serta Bayt al-Mal sebagai pusat pengelolaan keuangan negara. Catatan keuangan disusun secara detail untuk memastikan tidak ada penyelewengan. Banyak ulama juga memberi perhatian pada pencatatan harta dan pajak. Abu Yusuf dalam kitab Al-Kharaj menekankan pentingnya keadilan dalam administrasi pajak, sementara Abu Ubayd al-Qasim ibn Sallam menulis tentang pengelolaan baitul mal dengan prinsip transparansi.

        Dari sini terlihat bahwa akuntansi di masa Islam klasik memiliki dua fungsi: administratif dan moral. Ia tidak hanya mencatat angka, tetapi juga menjaga keadilan sosial. Pencatatan dianggap sebagai bagian dari ibadah, sebab seorang pencatat harus jujur dan amanah.

Masa Kolonial: Pergeseran Arah

       Ketika dunia Islam memasuki era kolonial, situasi berubah drastis. Kekuasaan Eropa membawa sistem administrasi Barat yang lebih berorientasi pada kapitalisme. Akuntansi modern ala Eropa menitikberatkan pada efisiensi dan laba, sementara aspek moral dan sosial sering terpinggirkan.

       Prinsip syariah seperti larangan riba, kewajiban zakat, dan keadilan dalam muamalah menjadi kurang mendapat perhatian. Akibatnya, praktik pencatatan yang dulu berlandaskan syariah semakin tergeser. Meski sebagian pedagang Muslim tetap mempertahankan prinsip Islam, misalnya dengan mencatat zakat dan wakaf secara manual, secara umum pengaruh Barat mendominasi.

Masa kolonial bisa dikatakan sebagai periode "vakum" bagi akuntansi syariah. Tradisi pencatatan yang berbasis nilai Islam tidak hilang sepenuhnya, tetapi kehilangan posisi strategisnya dalam sistem administrasi resmi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline