Lihat ke Halaman Asli

Meliana Aryuni

Penulis pemula yang ingin banyak tahu tentang kepenulisan.

Karena Bahasa

Diperbarui: 16 Maret 2023   21:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: pexels.com

"Lengkap sudah penderitaanku, Mas. Masa' pedagang-pedagang di pasar pakai bahasa Jawa semua," keluhku kepada mas Budi beberapa saat setelah pulang dari pasar.

Bukan hanya sekali ini aku diajak menggunakan bahasa dan dialeg Jawa. Sejak aku dan mas Budi merantau di desa paling ujung Sumatra Selatan, aku selalu menemukan orang yang bercakap-cakap menggunakan bahasa Jawa. Padahal mereka adalah penduduk asli di sini dan bahasa mereka berbeda sekali.

Oh iya, ada beberapa suku yang mendiami desa ini, seperti suku asli, yaitu Bayur, suku Ranau, Batak, Sekayu, Palembang, Sunda, dan Jawa. Di antara suku-suku itu, suku Jawa mampu mendominasi penduduk desa dari bahasa dan adat istiadatnya.

Suamiku, mas Budi memang orang Jawa, tepatnya orang Solo. Namun, sejak aku menikah dengannya sampai sekarang ini, dia jarang sekali menggunakan bahasa Jawa dalam keseharian kami. Kami selalu menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi di rumah.

Pernah suatu kali mas Budi memintaku untuk menggunakan bahasa Jawa saat di rumah.

"Alah ribet banget si Mas. Entar bakalan enggak selesai-selesai deh ngomongnya. Aku pasti akan banyak bertanya," tolakku kepada mas Budi. Lelaki itu tersenyum, seolah-olah sedang mencari ide untuk menggolkan keinginannya itu.

"Entar kalau Mas marah, Mas mau pakai bahasa Jawa aja ah," ucap lelaki itu tak mau kalah setelah beberapa menit berselang. Namun, dia buru-buru berhenti ketika aku menantangnya.

"Oke, kalau begitu aku akan menggunakan bahasa kerajaanku!" Tak kalah sengit aku mempertahankan pendapatku. Pikiranku tidak boleh diribetkan dengan masalah bahasa saja. Ada banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan, bukan hanya pemakaian bahasa, pikirku saat itu.

"Ngape ngakak, Yung? Ape suek sen, yek?" Dengan santai kuucapkan kalimat itu. Bahasa kerajaan ibuku itu membuat mas Budi melonggo dan terlihat kaget mendengarkannya. Aku tersenyum, lalu pergi meninggalkan mas Budi yang bingung dengan ucapanku tadi.

"Syukurin, baru tahu rasanya bingung, 'kan?" ucapku pelan sekali meninggalkan mas Budi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline